MAKASSAR - Menteri Sosial Tri Rismaharini terus melakukan upaya agar bantuan sosial (bansos) yang disalurkan pemerintah sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Termasuk menyatukan data penerima bansos dari empat direktorat jenderal di kementeriannya dan ingin memantau rumah mereka melalui satelit.
Saat menduduki jabatan Menteri Sosial menggantikan Juliari Batubara yang terjerat kasus suap bantuan sosial (bansos) COVID-19, Risma mengaku langsung meminta audit dari sejumlah lembaga termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kementeriannya. Hal ini bertujuan agar dia tahu apa yang harus diperbaiki terutama mengenai pemberian bantuan.
BACA JUGA:
"Saat di awal terus terang saya tidak tahu kondisi di Kemensos. Dari situ (karena, red) saya memang biasa tiap masuk keluar saya minta audit. Kenapa, saya ingin tahu apa yang harus diperbaiki dan apa kekurangan-kekurangan," kata Risma dalam acara diskusi yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Kamis, 19 Agustus.
Dari berbagai audit yang dilakukan, akhirnya Risma memahami masalah yang ada dalam pemberian bantuan sosial (bansos) berkaitan dengan data penerima. Sehingga, dia langsung bergerak melaksanakan perbaikan dengan mengintegrasikan data dari empat direktorat jenderal di kementeriannya.
"Jadi awalnya data ada empat. DTKS sendiri, data bantuan pangan nontunai atau warga kenalnya sembako, kemudian ada data bantuan tunai, dan data PKH," ujar eks Wali Kota Surabaya itu.
Pemadanan data penerima bansos
Dari penyatuan ini, Risma mengatakan ada 193 juta data penerima yang kemudian dilanjutkan dengan pemadanan data dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Hal ini dilakukan karena dia mendapat masukan dari KPK untuk dicocokan dengan data kependudukan dan hasilnya penerima bansos berkurang hingga 155 juta saja.
Pemadanan data ini, kata Risma, juga mengungkap ada penerima bantuan ganda yang artinya satu orang bisa menerima berbagai bantuan padahal hal tersebut tidak diperbolehkan. Sehingga, dari seluruh temuan tersebut Kementerian Sosial akhirnya dapat menidurkan sekitar 21 juta data penerima bansos.
"Kita memetakan sesuai aturan, ada yang memang boleh double, jadi PKH dengan sembako itu boleh, merangkap itu boleh. Namun ada yang tidak boleh seperti BST itu tidak boleh double," ujar Ketua DPP PDI Perjuangan tersebut.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!