Epidemiolog: PPKM Berlevel di Jawa-Bali Masih Diperlukan untuk Atasi COVID-19
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

MAKASSAR - Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlevel yang dilaksanakan di Pulau Jawa-Bali akan berakhir pada Senin, 23 Agustus atau hari ini. Namun, pemerintah diimbau untuk tetap menerapkannya meski angka kasus COVID-19 disebut mulai membaik.

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menjelaskan pemberlakuan PPKM berlevel di Pulau Jawa-Bali harus tetap diterapkan secara tegas demi mencegah penularan COVID-19. Ia mengingatkan tak boleh ada toleransi dalam pemberlakuan pembatasan ini hanya karena angka kasus dianggap mengalami perbaikan.

"PPKM harusnya dilanjut. Leveling sekarang menurun tapi harus dituntaskan atau dibereskan dan ditegaskan dulu performancenya supaya tidak ada negosiasi-negosiasi. Kita kan biasa begitu itu, dulu PSBB ada PSBB transisi. Itu namanya ada negosiasi dan itu tidak bisa dalam situasi seperti ini," kata Dicky kepada VOI, Senin, 23 Agustus.

Membahayakan masyarakat

Dirinya mengatakan dengan melakukan negosiasi berupa pelonggaran yang tak terkontrol ini sama saja membahayakan nyawa masyarakat. "Jadi kalau memang mau PPKM Level 4 ya patuhi, kalau misalnya memang layak ke Level 3 ya indikatornya harus dipatuhi," tegas Dicky.

"Jangan misalnya di sisi lain 100 persen tapi di sini 50 persen. Ini jadi enggak koheren. Enggak sinergi. (Kebijakan, red) itu harus sama," imbuh epidemiolog tersebut.

Dia melanjutkan key performance indikator (KPI) untuk menentukan leveling suatu daerah juga tidak boleh berubah-ubah dan harus dipatuhi semua pihak.

"Kalau berubah-ubah akan menyebabkan inkonsistensi, kebingungan, dan membuat gradasi pelonggaran tak terjadi dan berujung bahaya," ujarnya.

Dicky tak menampik jika kasus COVID-19 telah ditekan oleh pemerintah. Tapi, pemerintah juga harus mewaspadai test positivity rate yang masih di atas 5 persen di Tanah Air.

Apalagi, positivity rate yang tinggi juga mengindikasikan kondisi pandemi sebenarnya belum terkendali sepenuhnya. Padahal, di satu sisi angka testing di Indonesia juga belum maksimal.

Dengan demikian, Dicky mengingatkan selain kebijakan PPKM harus tegas dan konsisten, percepatan testing, tracing, dan treatment atau 3T harus diterapkan secara masif.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!