Riset Terbaru Bilang Anxiety Anak Muda di Seluruh Dunia Makin Signifikan
Ilustrasi (Sumber: Unsplash)

Bagikan:

Makassar— Saat ini, secara tidak langsung, kita mungkin lebih sering mendengar keluhan remaja yang merasa anxiety. Sialnya, itu bukan semata-mata karena ikut-ikutan tren--seperti anggapan banyak orang--belaka. Riset terbaru sekaligus terbesar mengenai kesehatan mental anak muda (usia 18 tahun ke atas) selama pandemi memvalidasinya. 

Penelitian yang diterbitkan JAMA Pediatrics pada 9 Agustus menyebut goncangan mental anak muda selama pandemi semakin signifikan. Riset itu menunjukkan, 1 dari 4 pemuda di seluruh dunia bergulat dengan gejala depresi yang meningkat secara klinis. Sementara 1 dari 5 orang memiliki tanda-tanda kecemasan atau anxiety yang meningkat. 

Angka-angka itu menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan pemuda terjadi berlipat ganda di seluruh dunia selama pandemi. "Mulanya kebanyakan orang mengira COVID-19 akan sulit tapi yakin keadaan bakal membaik seiring waktu, ketika penyesuaian terjadi. Namun ternyata pandemi tetap berlanjut. Kaum muda merasa kehilangan banyak tonggak sejarah dalam hidup mereka," kata Sheri Madigan yang menulis studi tersebut. 

Riset itu merangkum data lebih dari 29 studi yang melibatkan lebih dari 80.000 anak muda di Asia, Eropa, Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Timur Tengah. Dalam analisisnya menunjukkan remaja dan perempuan yang lebih tua mengalami tingkat depresi dan kecemasan tertinggi selama COVID-19. 

Alasan di balik rentannya remaja terhadap depresi

Ada alasannya mengapa remaja lebih rentan terhadap depresi dan kecemasan saat ini. Jill Emanuele, seorang direktur senior di Pusat Gangguan Mood di Child Mind Institute, Amerika Serikat pernah memaparkannya kepada HuffPost.

Emanuele menjelaskan, "tuntutan" masa depan pemuda menjadi penyebabnya. "Hukum alam" menyiratkan bahwa pemuda ini harus menjadi pribadi mandiri dan mampu menghadapi kehidupan di dunia nyata. Namun, banyak di antara mereka yang tak mampu melakukan itu. 

"Ketika pandemi berlanjut, kaum muda kehilangan banyak tonggak sejarah dalam hidup mereka. Itu berlangsung selama lebih dari setahun, dan bagi kaum muda itu adalah periode yang sangat penting dalam hidup mereka," kata Madigan psikolog dari University of Calgary. 

Sementara itu, Nicole Racine, yang memimpin penelitian ini menjelaskan, ketika seseorang memasuki masa remaja, mereka mulai membanding-bandingkan dengan anggota keluarganya. "Dan teman-teman mereka sebenarnya dapat menjadi sumber dukungan sosial yang paling penting." 

Racine dan rekan penelitinya mencatat bahwa tingkat depresi dan kecemasan cenderung naik turun seiring adanya pembatasan selama COVID-19. "Depresi meningkat ketika remaja dijauhkan dari teman sebaya dan rutinitasnya."

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!