Pemerintah Terapkan PPKM Darurat, Namun Masih Banyak Perusahaan yang Wajibkan Pegawainya Ngantor
Panser Anoa di titik penyekatan PPKM Darurat kawasan Lenteng Agung (FOTO: Moksa Hutasoit)

Bagikan:

MAKASSAR - Di tengah penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat Jawa-Bali, mobilitas warga di DKI Jakarta masih cukup tinggi. Padahal, kebijakan ini bertujuan untuk membatasi mobilitas warga agar penyebaran kasus COVID-19 dapat ditekan.

Meskipun banyak penyekatan dilakukan, pada kenyataannya jalan-jalan di ibu kota tetap terlihat ada kemacetan.

Hal ini pun menjadi sorotan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

"Saya masih lihat jalan-jalan di Jakarta, sudah diimplementasi PPKM darurat, masih juga macet," ujar Menkes Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR yang disiarkan secara virtual, Senin, 5 Juli.

Geram, Menkes pun mengingatkan, bahwa lonjakan kasus COVID-19 belakangan ini merupakan akibat dari mobilitas yang tidak terkontrol dan perilaku masyarakat yang sulit disiplin.

"Semua ini terjadi karena mobilitas tidak terkontrol. Jadi kenaikkan ini terjadi karena pergerakan masyarakat sulit diminta agar disiplin," tegasnya.

PPKM Darurat, kata Budi, sesungguhnya untuk mengurangi mobilitas warga. Dengan berkurangnya mobilitas warga, diharapkan laju lonjakan kasus COVID-19 juga turun.

"Dengan adanya PPKM darurat 3-20 juli tujuan kita memang memang menghambat mobilitas. Mempersulit mobilitas agar kita bisa mengurangi laju pandemi ini," kata Budi.

Banyak Perusahaan yang Mewajibkan Pegawai untuk Ngantor

Lantas, apa yang membuat jalan DKI tetap macet meski tengah PPKM Darurat?

Menurut informasi, ternyata masih banyak kantor yang mewajibkan pegawainya untuk bekerja di kantor meski sudah ada aturan pelaksanaannya.

Diketahui, dalam PPKM Darurat ini, hanya kantor di sektor esensial dan kritikal yang dibolehkan berkegiatan di kantor. Kantor esensial adalah yang melakukan pekerjaan di sektor keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non-penanganan karantina COVID-19, serta industri orientasi ekspor.

Sedangkan sektor kritikal mencakup energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan, minuman dan penunjangnya, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar (seperti listrik dan air), serta industri pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari.

Untuk sektor essential diberlakukan 50 persen maksimum staff Work from Office (WFO) dengan protokol kesehatan, dan untuk sektor kritikal diperbolehkan 100 persen maksimum staf WFO dengan protokol kesehatan ketat.   

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!