Sudah Dipuji Presiden Volodymyr Tewas Heroik Lawan Rusia, Ternyata 13 Tentara Ukraina di Pulau Zmiinyi Masih Hidup
Foto Pulau Zmiinyi via Facebook Angkatan Laut Ukraina

Bagikan:

MAKASSAR - Perang yang berkecamuk di Ukraina bukan hanya berbicara soal desingan peluru dan serangan rudal jarak jauh. Namun juga persoalan informasi sesat alias hoaks.

Pada 25 Februari, ketika Rusia baru mengawali rangkaian invasinya ke Ukraina, beredar cerita yang sangat heroik terjadi di Pulau Zmiinyi (Ular). Lokasi pulau ini terletak di sekitar 30 mil di lepas pantai Ukraina dan hanya memiliki luas kurang dari 0,1 mil persegi.

Di sana terdapat 13 penjaga perbatasan Ukraina yang berhadapan dengan kapal perang Rusia. Sudah dapat dibayangkan bagaimana kengerian situasi yang terjadi saat itu.

Ternyata berita tewasnya 13 prajurit itu hoaks. Angkatan Laut Ukraina menyebutkan 13 tentara yang diyakini tewas saat mempertahankan Pulau Zmiinyi (Ular) pada hari pertama invasi Rusia, masih hidup.

Angkatan Laut Ukraina mengonfirmasi dalam sebuah posting Facebook bahwa "saudara seperjuangan kita masih hidup dan sehat". Penjaga perbatasan dan marinir di pulau itu memang berani menangkis serangan penjajah Rusia, tetapi tidak dapat melanjutkan pertempuran karena mereka kehabisan amunisi, katanya seperti dilihat juga dari BBC.

Tuduhan Angkatan Laut Ukraina

Angkatan Laut Ukraina secara ilegal juga menuduh pasukan Rusia menahan awak kapal pencarian dan penyelamatan sipil yang dikirim Ukraina ke pulau itu dalam misi kemanusiaan setelah serangan tersebut, serta dua imam yang menemani mereka.

"Penyitaan ilegal kapal sipil non-kombatan yang tidak menjalankan misi militer adalah pelanggaran aturan dan kebiasaan perang dan hukum humaniter internasional," demikian peringatannya.

Seorang juru bicara kementerian pertahanan Rusia mengumumkan pada hari Jumat bahwa 82 prajurit Ukraina "meletakkan senjata mereka dan secara sukarela menyerah" di Pulau Zmiinyi, tanpa menjelaskan apakah kapal perang Rusia melancarkan serangan atau menimbulkan korban.

Dia menyebutkan para tawanan itu "diminta untuk menandatangani perjanjian untuk tidak ambil bagian dalam permusuhan" dan akan "dikembalikan ke keluarga mereka dalam waktu dekat".

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!