Epidemiolog Sebut Pentingnya Pertahanan Berlapis untuk Hadapi Omicron
Ahli Epidemiologi Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, sekaligus Ketua Tim COVID-19 Gugus Tugas Sulsel Prof Ridwan Amiruddin. ANTARA

Bagikan:

MAKASSAR - Epidemiolog asal Universitas Hasanuddin Prof Ridwan Amiruddin menjelaskan perlunya pertahanan berlapis dalam menghadapi COVID-19, varian Omicron.

"Melawan COVID-19 ini harus dengan pertahanan berlapis, jadi pertahanannya itu meskipun seseorang sudah mendapatkan vaksin 1 dan 2, dia harus melanjutkan ke boosternya," ujarnya di Makassar, Rabu 09 Februari.

Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Unhas itu mengungkapkan, cakupan vaksinasi Sulsel harus terus ditingkatkan, salah satunya dengan memperpendek jarak cakupan vaksin dosis 1 dan 2.

Untuk mendapatkan efektivitas vaksin, vaksinasi dosis 2 yang baru di angka 50 persen harus lebih ditingkatkan ke angka 70 persen.

Setelah semua itu dijalankan, tidak berarti masyarakat harus meninggalkan masker, sebab upaya terbaik dalam menangkal virus COVID-19 yaitu pencegahan dengan menggunakan masker, jaga jarak, hindari kerumunan, mencuci tangan.

"Ini adalah tanggung jawab publik atau masyarakat dan harus digalakkan," kata Prof Ridwan menegaskan.

Sementara pada tanggung jawab pemerintah ialah meningkatkan tracing, testing dan treatment.

Prof Ridwan menjelaskan, demikianlah yang semestinya diantisipasi oleh pemerintah terhadap meningkatnya kasus, tentu harus mempersiapkan rumah sakit untuk menerima pasien yang kemungkinan akan mengalami lonjakan pada 2-3 pekan ke depan.

Kenaikan kasus COVID-19 sangat signifikan

Pada bulan lalu, kasus COVID-19 di Sulsel masih di bawah 10 orang, sementara pada pekan ini, kenaikan kasus sangat signifikan, bahkan sudah menyentuh angka 275 kasus. Dengan kenaikan kasus tersebut, maka terjadi pergerakan tingkat penularan yang sebelumnya di bawah 5 persen, sekarang naik di atas 10, 4 persen.

"Konsekuensinya tentu akan terjadi peningkatan jumlah kasus, bahkan sekarang tempat isolasi sudah mulai terisi, bangsal rumah sakit juga sudah mulai terisi, dan itu berdampak pada banyaknya pejabat publik kita yang terpapar sekarang ini," urai Prof Ridwan.

Hal itu, lanjutnya, dikarenakan adanya kecenderungan protokol kesehatan yang lemah dan cakupan vaksin yang berjarak antara cakupan dosis 1 dan 2.

"Ada banyak kendala, pertama dari sisi kurang percayanya masyarakat kepada vaksin itu sendiri, ketakutan terhadap jarum suntik, kemudian keyakinan lainnya," ujarnya.

Ikuti info dan berita lainnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!