Didirikan Sejak Zaman Belanda dan Kokoh Sampai Saat Ini, SDN 207 Banda Naira, Maluku Layak Ditetapkan sebagai Cagar Budaya
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Restu Gunawan (Via ANTARA)

Bagikan:

MAKASSAR - Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Restu Gunawan menilai bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) 207 di Banda Naira, Kepulauan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, layak dijadikan sebagai cagar budaya dan situs sejarah.

"Bangunan SD Negeri ini merupakan peninggalan masa penjajahan Belanda dan sampai saat ini masih terawat sesuai dengan aslinya. Jadi sangat layak menjadi cagar budaya," katanya di Banda Naira dilansir dari Antara, Senin, 20 Juni.

"Ini sangat layak dijadikan cagar budaya karena mempunyai nilai kesejarahan yang sangat tinggi dalam konteks pendidikan. Apalagi bangunannya, termasuk bangku dan meja belajar di jaman Belanda, masih terawat dan digunakan untuk proses belajar mengajar siswa," katanya.

Restu, yang berkunjung ke Pulau Banda dengan KRI Dewaruci bersama rombongan Muhibah Budaya Jalur Rempah 2022, mengunjungi SDN 207 serta berdialog dengan siswa dan guru di sekolah itu pada Minggu kemarin. 

Bangunan SDN 207 didirikan tahun 1921. Bangunan itu dibuat tanpa menggunakan paku. Tiang-tiangnya berupa balok kayu dan dindingnya dibuat dari papan serta campuran batu kapur.

Sekolah sejak masa penjajahan Belanda

Kepala SDN 207 Suratna Bugis menyebutkan bahwa bangunan SDN 207 semula terdiri atas lima ruangan, tetapi sekarang tinggal empat ruangan yang kondisinya masih bagus, tiga digunakan untuk ruang kelas dan satu untuk ruang guru.

"Kursi belajar dari jaman Belanda juga masih digunakan sampai saat ini untuk proses belajar mengajar siswa kelas satu sampai kelas tiga. Saya berharap bangunan sekolah ini dapat dijadikan cagar budaya oleh pemerintah sehingga tetap dilestarikan seperti aslinya," katanya.

Bangunan SDN 207 merupakan bekas sekolah yang didirikan untuk masyarakat Pulau Banda pada masa penjajahan Belanda.

Semula namanya Sekolah Melayu dan kemudian diubah menjadi Sekolah Rakyat Kelas Biasa. Beberapa bulan setelah Indonesia merdeka pada Agustus 1945, sekolah itu berganti nama menjadi Sekolah Rakyat (SR) I.

Tahun 1962 nama sekolah diganti lagi menjadi SDN 1 Naira dan ruangannya ditambah dua menjadi enam. Selanjutnya, nama sekolah berganti lagi menjadi SDN 207 Maluku Tengah pada 2021.

Restu akan mengecek ke Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara yang wilayah kerjanya mencakup Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat untuk mengetahui penilaian bangunan SDN 207 sebagai cagar budaya.

Rencana pelestarian bangunan sekolah

Selanjutnya, ia mengatakan, pemerintah pusat bersama dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten akan membahas rencana pelestarian bangunan sekolah tersebut.

"Dulu lima ruang, sekarang tinggal empat ruang. Apakah akan dijadikan lima ruang kembali atau hanya empat ruang dan tetap dijaga dan dirawat sesuai keadaan aslinya, nanti ada tim yang yang penilai yang mendiskusikannya," katanya.

"Ini bangunan lama dan tidak mengganggu aktivitas sekolah anak-anak. Alat-alat masih cocok. Bangkunya, gedung juga masih bagus karena dibangun dengan kayu terbaik," katanya.

Restu mengapresiasi upaya masyarakat untuk merawat bangunan sekolah lama tersebut. "Ini contoh pelestarian yang dilakukan masyarakat secara mandiri," katanya.

Dia juga menjelaskan bahwa Pulau Banda kaya akan peninggalan sejarah dan layak dijadikan sebagai situs sejarah dan cagar budaya.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!

Ikuti artikel dan berita Sulsel terkini, klik link berikut untuk update info terbaru.