5 Jenis Rumah Adat Sulawesi Selatan dan Filosofinya yang Harus Diketahui
Rumah Adat Sulawesi Selatan. (Gambar: 99.co)

Bagikan:

Makassar--Kearifan lokal budaya Sulawesi Selatan dapat kita lihat dari beberapa jenis rumah adat yang masih dilestarikan. Tidak hanya sebatas bangunan, ternyata rumah adat Sulawesi Selatan juga mengandung filosofi yang mendalam.

Apa saja jenis-jenis rumah adat Sulawesi Selatan? Berikut daftar serta penjelasan yang VOI dapatkan dari berbagai sumber:

Langkanae

Langkanae merupakan rumah adat Suku Luwu yang sebelumnya rumah dari para Raja-raja Luwu.

Rumah adat Langkanae terbilang unik karena didirikan dengan tiang berbahan kayu sejumlah 88 batang. Dibandingkan badan rumah, ukuran atapnya pun lebih besar.

Rumah Adat Luwu. (Gambar: Jurnal Palopo)

Dalam rumah adat ini terdapat 3 ruangan dengan fungsi masing-masing. Setiap ornamennya menjadi penanda untuk setiap kelas sosial.

Ruangan pertama dinamakan tudang sipulung dengan ukuran luas yang sanggup menampung tamu. Selanjutnya, ruang tengah sebagai tempat istirahat dan privasi keluarga. Pada ruang ketiga atau ruang belakang, terdapat dua kamar dengan ukuran kecil.

Ornamen rumah adat Luwu biasa disebut dengan bunga prengreng. Bunga ini memiliki makna filosofi hidup yang menjalar sulur. Artinya hidup yang terus bertumbuh dan tidak terputus-putus.

Saoraja atau Bola

Suku Bugis dan Makassar kerap dianggap sama karena memiliki kemiripan budaya antara keduanya. Namun, kedua suku ini sebenarnya serupa tapi tak sama.

Rumah adat Bugis terdiri dari dua jenis. Menyesuaikan status sosial orang yang tinggal di rumah tersebut.

Rumah Saoraja (Sallasa) dibuat untuk keturunan raja atau kaum bangsawan. Sedangkan rumah Bola boleh digunakan untuk masyarakat biasa.

Dari segi karakteristiknya, rumah adat ini mempunyai ciri khas atap yang berbentuk pelana dan memiliki timpalaja. Selain mendapat pengaruh dari budaya tradisional, pembangunan rumah adat suku Bugis juga dipengaruhi akulturasi dari agama Islam.

Timpalaja atau disebut gevel (gable) adalah bidang segitiga antara dinding dan pertemuan atap. Rumah adat Bugis juga sangat kaya dengan filosofi. Tiap bagiannya mengandung makna tersendiri.

Pada sisi Bonting langiq, adalah bagian atap rumah yang diberi rongga. Hal ini melambangkan perkawinan di atas langit, yang dilakukan We Tenriabeng, saudari kembar Sawerigading yang merupakan permaisuri dari Remmang ri Langi alias Hutontalangi (Raja pertama Gorontalo).

Selanjutnya, Ale Kawaq adalah bagian tengah atau area pemilik rumah untuk ditinggali. Bagian ini menjelaskan kondisi dari bumi pertiwi.

Bagian bawah atau kolong rumah disebut Sisi Buri Liu yang menjadi tempat alat pertanian dan peliharaan hewan. Area ini melambangkan dunia bawah tanah dan laut.

Balla

Rumah Adat Balla. (Gambar: Wikipedia)

Balla merupakan rumah adat dari Suku Makassar. Dari segi bentuk hampir mirip dengan rumah adat Bugis.

Dahulu rumah adat ini identik dengan rumah yang ditinggali para bangsawan. Karakteristik bangunannya berbentuk panggung.

Rumah ini mempunyai tinggi sekitar 3 meter di atas tanah dan disangga oleh 10 tiang kayu. 5 penyangga ke arah belakang dan 5 penyangga ke arah samping.

Dulunya, rumah adat ini juga memakai atap yang dibuat dari bahan-bahan alam seperti rumbia atau nipah. Namun, seiring perkembangan zaman, atap yang digunakan adalah seng atau genteng yang dibuat dari tanah liat.

Dari segi arsitekturnya, rumah ini dibagi menjadi tiga, antara lain bagian atap, inti rumah, dan kolong. Pada ruang teras disebut Dego-dego dan ruang tamu disebut Paddaserang Dallekang, yang terletak setelah pintu masuk.

Boyang

Suku Mandar memiliki rumah adat yang disebut Boyang. Dulunya, suku Mandar termasuk suku yang mendiami daerah Sulawesi Selatan. Namun, kini menjadi bagian dari Sulawesi Barat sejak provinsi ini menjadi daerah pemekaran.

Rumah Adat Boyang. 

Seperti halnya Balla, Boyang juga berbentuk rumah panggung. Sementara, ada dua tangga yang terletak di bagian depan dan belakang rumah. Jumlahnya pun harus ganjil, antara 7 hingga 13 anakan.

Hal yang membuat unik, tiang-tiang penyangga tersebut tidak ditancapkan ke tanah, tetapi hanya ditumpangkan di atas sebuah batu datar untuk mencegah kayu lapuk. Sementara, untuk penggunaan dinding rumah biasanya menggunakan papan yang sudah diukir sesuai dengan motif khas suku Mandar.

Tongkonan

Rumah Adat Tongkonan. (Gambar: Greatnesia.id)

Rumah adat dari Suku Toraja ini merupakan yang paling menonjol dari seluruh rumah adat yang ada di Sulawesi Selatan.

Karakteristik struktur bangunannya pun berbeda. Sebab, di samping untuk tempat tinggal, Tongkonan dimanfaatkan sebagai tempat upacara pernikahan atau kematian.

Tongkonan didirikan di atas tumpukan kayu dengan ukiran-ukiran berwarna kuning, hitam, dan merah. Ukiran-ukiran tersebut bukanlah ukiran biasa, setiap guratannya diyakini mengandung nilai magis bagi pemiliknya.

Dari segi bentuk, Tongkonan terlihat seperti rumah panggung berlapis ijuk hitam yang melengkung seperti perahu terbalik. Adapun pada bagian depan disertakan tanduk kerbau yang menandakan kasta si pemilik Tongkonan. Semakin banyak tanduk, kasta si pemilik semakin tinggi.

Semua warga hampir memiliki Tongkonan. Sebab, Tongkonan merupakan penghubung antara mereka dengan para leluhur, itulah yang menjadikan rumah ini sebagai pusat spiritual.

Ikuti info dan berita lainnya hanya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!