MAKASSAR - Rusia kembali menegaskan tujuan operasi militer khusus yang diselenggarakan di Ukraina sejak 24 Februari lalu, membantah informasi media Barat yang disebut terdistorsi.
Operasi militer khusus Rusia di Ukraina tidak bertujuan untuk menghancurkan negara itu atau menggulingkan presidennya, jelas juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova dalam jumpa pers hari Kamis.
BACA JUGA:
-
| TEKNOLOGI
Rusia Kembali Denda Google Rp504 Miliar Karena Monopoli Hosting Video
28 Juli 2022, 08:05
"Biarkan saya menekankan sekali lagi apa yang ditolak oleh media massa Barat dan pendirian Barat, operasi ini tidak ditujukan pada penduduk sipil," ujarnya dikutip dari TASS 18 Maret.
"Operasi ini tidak mengejar tujuan merebut wilayah negara, merusak kenegaraan atau menggulingkan presiden saat ini. Kami terus mengatakan ini lagi dan lagi," paparnya.
"Media Barat membentuk gambaran yang benar-benar terdistorsi tentang peristiwa terkini. Mereka merusak informasi penduduk mereka sendiri. Mereka adalah alat propaganda di tangan politisi mereka," kritik Zakharova.
2.032 warga sipil Ukraina jadi korban invasi Rusia
Sebelumnya diberitakan, kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa Bangsa di Jenewa, Swiss mengungkapkan, sejauh ini 2.032 warga sipil menjadi korban invasi Rusia ke Ukraina, dengan rincian 780 orang tewas dan 1.252 terluka, mengutip Reuters.
Selain itu, sekitar 3,2 juta warga sipil, kebanyakan wanita dan anak-anak, kini telah melarikan diri ke negara-negara tetangga, kata PBB. Seorang pejabat Ukraina menyebutkan sekitar 3.810 orang dievakuasi melalui koridor kemanusiaan pada Kamis, jumlah yang jauh lebih kecil dari Rabu.
Tak hanya warga dan bangunan sipil yang terkena imbas perang kali ini. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada Hari Kamis, pihaknya sudah memverifikasi 43 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Ukraina yang telah menewaskan 12 orang dan membuat puluhan lainnya luka-luka, termasuk petugas kesehatan.
"Dalam konflik apa pun, serangan terhadap layanan kesehatan merupakan pelanggaran hukum humaniter internasional," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada Dewan Keamanan PBB, tanpa merinci siapa yang harus disalahkan atas serangan itu.