Bareskrim: Penerima Aliran Dana Tersangka Investasi Ilegal Berpotensi Dijerat Pidana
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto (Foto: Rizky AP/VOI)

Bagikan:

MAKASSAR - Bareskrim Polri menjelaskan, pihak-pihak yang pernah menerima aliran dana dari para tersangka kasus investasi ilegal, namun tak melaporkan juga berpotensi dijerat dengan pidana.

Hal itu menanggapi pernyataan PPATK bahwa semua pihak yang memperdagangkan barang dan jasa kepada pelaku kasus investasi ilegal haruslah menjadi pelapor.

"Ya kalau dia tidak melaporkan dan terindikasi jejaknya berperan aktif, ya mau tidak mau akan kami tetapkan yang bersangkutan sebagai bagian dari para pelaku," ujar Kabareskrim Polri Komjen Agus Ardianto kepada wartawan, Kamis, 10 Maret.

Hanya saja, jelas dia, langkah hukum adalah yang terakhir. Sebab, penyidik akan lebih dulu mendalami keterangan mereka terlebih dulu.

"Intinya adalah tergantung pada proses pemeriksaannya. Apakah ada unsur kesengajaan atau ketidaktahuan sehingga lebih bagus mereka ini melaporkan," kata Agus.

"Apakah yang bersangkutan sengaja atau tidak tahu, kalau pun sengaja, apakah yang bersangkutan mau jadi justice collaborator untuk mengembangkan dari perbuatan para pelaku ini dalam mengembangkan usahanya," sambungnya.

Penindakan adalah langkah terakhir

Penindakan dipilih sebagai langkah terakhir, kata Agus, sebab menjadikan seseorang sebagai tersangka bukanlah cara terbaik menyelesaikan permasalahan di kasus investasi ilegal.

"Saya rasa itu lebih baik daripada menjadikan lebih banyak tersangka orang yang tentunya tidak bisa menyelesaikan masalah," kata Agus.

PPATK menyebut pihak yang memperdagangkan barang dan jasa kepada pelaku kasus investasi ilegal haruslah menjadi pelapor.

Artinya, pihak yang memperdagangkan barang atau jasa harus melaporkan bentuk transaksi yang melibatkan para pelaku atau tersangka di kasus investasi ilegal.

"Para pihak yang memperdagangkan barang mewah tadi adalah merupakan pihak pelapor yang memiliki kewajiban melaporkan kepada PPATK," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavadana.

Kewajiban itu harus dilakukan berdasarkan Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tentu tujuannya untuk menelusuri dan mendata aset para tersangka.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!

Ikuti artikel dan berita Sulsel terkini, klik link berikut untuk update info terbaru.