MAKASSAR - Badan anak-anak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan ancaman kekurangan gizi di kalangan anak-anak, karena invasi Rusia ke Ukraina yang dilakukan sejak akhir Februari lalu.
Biaya pengobatan yang menyelamatkan jiwa untuk anak-anak yang kekurangan gizi paling parah akan melonjak hingga 16 persen, karena invasi Rusia ke Ukraina dan gangguan pandemi, menurut UNICEF.
BACA JUGA:
Dikatakan, hal ini berhubungan dengan melonjaknya harga bahan mentah dari makanan terapeutik siap saji, di tengah krisis pangan global yang diakibatkan oleh perang dan pandemi.
Tanpa pendanaan lebih lanjut dalam enam bulan ke depan, 600.000 lebih anak-anak mungkin kehilangan perawatan penting, seperti pasta berenergi tinggi yang terbuat dari bahan-bahan termasuk kacang tanah, minyak, gula dan nutrisi tambahan.
UNICEF tidak merinci berapa banyak peningkatan pengeluaran yang dibutuhkan untuk mempertahankan program. Dikatakan, sekotak nutrisi khusus yang berisi 150 paket, cukup untuk 6 hingga 8 minggu untuk mengembalikan anak yang kekurangan gizi parah, rata-rata berharga sekitar 41 dolar AS atau setara Rp600.076.
Dampak kenaikan harga
Di samping tekanan yang lebih luas pada ketahanan pangan, termasuk perubahan iklim, kenaikan harga dapat menyebabkan tingkat kekurangan gizi parah yang termasuk 'bencana', badan anak-anak memperingatkan dalam sebuah pernyataan.
"Dunia dengan cepat menjadi kotak api virtual kematian anak yang dapat dicegah dan anak yang menderita kurus (wasting)," kata Direktur Eksekutif UNICEF Catherine Russell, melansir Reuters 17 Mei.
Wasting parah, kondisi di mana ketika anak-anak terlalu kurus untuk tinggi badan mereka, dialami oleh 13,6 juta anak di bawah 5 tahun, menyebabkan 1 dari 5 kematian di antara kelompok usia ini.
UNICEF menambahkan, bahkan sebelum terjadi perang dan pandemi, dua dari tiga anak tidak mempunyai akses ke makanan terapeutik yang perlukan untuk menyelamatkan hidup mereka.