Makassar--Presiden Ukraina Vladimir Zelenskiy mengungkapkan ketidakpuasannya atas berbagai pendapat negara-negara anggota Uni Eropa, terkait aksesi Ukraina yang dipercepat ke blok tersebut.
"Bagaimana kami menilai keputusan yang dibuat [di UE Kamis]? Itu perlu lebih kuat. Ini bukan yang kami tunggu," katanya dalam pidato video yang diterbitkan Jumat, melansir TASS 12 Maret.
BACA JUGA:
Presiden Zelensky mengklaim "keputusan para politisi perlu bertepatan dengan sentimen rakyat mereka," mengungkapkan kepastiannya bahwa sebagian besar warga Uni Eropa mendukung keanggotaan Ukraina.
Lebih lanjut, pemimpin Ukraina itu mengklaim dia mengharapkan "keputusan sanksi baru" dari mitra internasional "hari ini."
Diketahui, pada akhir Februari, Presiden Zelenskiy meminta Uni Eropa untuk segera menerima Ukraina. Pada 1 Maret, Kepala Kantor Kepresidenan Andrey Yermak mengungkapkan bahwa aplikasi untuk prosedur percepatan telah diterima, didaftarkan dan sedang ditinjau.
Diberitakan sebelumnya, para pemimpin Uni Eropa berkumpul pada Hari Kamis untuk menyepakati tanggapan bersama terhadap perang di Ukraina, dengan pandangan yang berbeda tentang seberapa jauh sanksi ekonomi akan dijatuhkan, seberapa cepat untuk memotong impor energi Rusia, dan apakah akan membiarkan Kyiv bergabung dengan blok mereka dengan cepat atau tidak.
"Kami menginginkan Ukraina yang bebas dan demokratis dengan siapa kami berbagi takdir yang sama," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam menunjukkan simpati dan dukungan moral, melansir Reuters.
Ukraina tidak akan diizinkan bergabung
Tetapi, para pemimpin lain menjelaskan Ukraina tidak akan diizinkan untuk bergabung dengan mereka secepatnya, sesuatu yang telah diupayakan oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dan yang mendapat dukungan dari tetangga Ukraina di sisi timur Uni Eropa.
"Tidak ada prosedur jalur cepat," ujar Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, penentang utama perluasan Uni Eropa.
Bertemu di Istana Versailles yang mewah di luar Paris, para pemimpin Uni Eropa sedang menapaki garis tipis antara keinginan mereka untuk mendukung Ukraina, dan untuk menghindari risiko tersedot ke dalam perang dengan Rusia yang bersenjata nuklir.
"Bisakah kita membuka prosedur keanggotaan dengan negara yang sedang berperang? Saya rasa tidak. Bisakah kita menutup pintu dan berkata: 'tidak'? Itu tidak adil. Mari kita berhati-hati," tukas Presiden Prancis Emmanuel Macron.