Punya Pengalaman Buruk di 2004, Erwin Abdullah Nyatakan Cita-Citanya Lewat Sang Putra di Olimpiade 2020 Tokyo
Erwin Abdullah dan putranya, Rahmat Erwin Abdullah di Athena dalam Olimpiade 2020 Tokyo (Foto: IST)

Bagikan:

Makassar—Rahmat Erwin Abdullah berhasil merebut medali perunggu di Olimpiade 2020 Tokyo. Debutnya itu merupakan sebuah kebanggaan mengingat Olimpiade 2020 Tokyo multievent terakbar paling bergengsi sedunia.

Sang ayah, Erwin Abdullah sekaligus pelatih Rahmat Erwin tak bisa berkata-kata. Dia terharu menyaksikan putra semata wayangnya itu turut mengharumkan nama bangsa lewat Olimpiade 2020 Tokyo.

Erwin mengaku bangga dengan kiprah sang putra. Penampilan Rahmat yang membukukan angkatan total 342kg (snatch 152kg dan clean&jerk 190kg) di Grup B kelas 73kg putra berhasil mengantarkannya ke podium ketiga pada Rabu, 28 Juli 2021.

Sementara medali emas didapat lifter China Shi Zhiyong yang membukukan total angkatan 364kg (snatch 166kg dan clean&jerk 198kg) diikuti lifter Venezuela Mayora Pernia Julio Ruben dengan total angkatan 345kg (snatch 156kg dan clean&jerk 190kg).

Pengalaman pahit di Athena

Erwin menjelaskan, di balik kegembiraannya melihat sang putra sukses di Tokyo, ia sempat teringat kenangan pahit yang dialaminya 17 tahun lalu. Tepatnya ketika Rahmat, buah hatinya dengan mantan lifter Ami AB, berusia 4 tahun.

Erwin kala itu terpilih memperkuat Kontingen Indonesia di Olimpiade 2004 Athena. Perasaan bahagia tentu saja menyelimutinya saat tiba di Yunani. Namun, kebahagian itu berubah menjadi air mata tatkala Erwin tidak bisa tampil akibat cedera tulang pinggang bagian belakang.

Kala itu, cerita Erwin, dirinya dihadapkan dua pilihan, tampil atau tidak. Ia gelisah bukan kepalang setelah Tim Dokter Olimpiade melarangnya tampil. Sebab, cedera Erwin parah dan berpotensi mengakibatkan dirinya lumpuh total seumur hidup jika tetap memaksakan kehendak tampil. Akhirnya, dia memilih untuk tidak tampil dengan pertimbangan keluarga dan masa depan.

"Tampil di Olimpiade 2020 Tokyo itu kan impian seluruh atlet karena multi event itu merupakan tujuan akhir yang paling membanggakan bagi semua atlet. Sungguh menyedihkan. Saya tidak bisa tampil padahal saya sudah berada di Athena. Makanya, saya menangis dan meneteskan air mata menyesali apa yang terjadi," cerita Erwin.

"Saya terpaksa mengikuti anjuran dokter untuk tidak tampil karena saya memang tidak ingin mengalami kelumpuhan. Saya juga mendengar nasehat pers atase Kontingen Indonesia (Olimpiade 2004, Linda Wahyudi) tentang perlunya memikirkan masa depan anak dan Istri. Di situ, saya terbayang wajah istri dan Rahmat yang masih kecil. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana nasib keluarga jika saya tetap memaksakan diri tampil," tambahnya.

Kini, keikhlasan Erwin itu terbayar tuntas. Erwin yang menjadi pelatih Tim Nasional (Timnas) Angkat Besi Indonesia menyaksikan langsung anak semata wayangnya naik ke atas panggung. Bahkan, dia melihat Rahmat dikalungkan medali perunggu. Perasaan terharu dan bahagia pun menyelimutinya melihat prestasi anaknya.

"Di Olimpiade 2004 Athena, saya tidak bisa naik panggung. Tapi, di Olimpiade 2020 Tokyo, Rahmat menggantikan saya naik panggung dan menyumbangkan medali perunggu. Di Athena, saya menangis, Tetapi, di Tokyo, saya terharu melihat anak saya mewujudkan mimpi saya. Kebahagiaan saya dan istri semakin lengkap karena Rahmat meraih perunggu, di luar ekspetasi saya karena yang sekadar menargetkan delapan besar," kata Erwin.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!