MAKASSAR - Perusahaan farmasi milik konglomerat Boenjamin Setiawan, PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan Genexine memutuskan untuk menyetop proses pengembangan vaksin COVID GX-19. Keputusan tersebut karena pertimbangan adanya rencana perubahan status pandemi Covid-19 menjadi endemi.
Di sisi lain, suplai vaksin COVID-19 yang dipergunakan untuk vaksin primer atau booster telah tersedia dengan baik.
BACA JUGA:
"Perubahan status pendemi COVID-19 menjadi endemi, seperti penyakit influensa menyebabkan urgensi pengembangan vaksin menjadi tidak signifikan, ditambah suplai vaksin di Indonesia telah mencukupi," kata Sie Djohan, Direktur Kalbe Farma dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis 17 Maret.
KLBF tetap gunakan teknologi DNA
Padahal, pengembangan vaksin GX-19 sejauh ini sudah memasuki fase uji klinik 2b/3 di Indonesia. Meskipun proses pengembangan vaksin GX-19 dihentikan, KLBF tetap akan menggunakan teknologi DNA untuk mengembangkan vaksin lain sesuai dengan keperluan, misalnya untuk onkologi.
"Kami terus berinovasi untuk mengembangan teknologi DNA vaksin ini menjadi vaksin lain di luar Covid-19 misalnya untuk onkologi," tuturnya.
Direktur Kalbe Farma Bernadus Karmin Winata menambahkan, strategi Kalbe untuk menghentikan proses pengembangan vaksin COVID GX-19 menjadi vaksin lain yang berbasis DNA tidak berpengaruh secara material bagi bisnis perusahaan. Sebab, sejak awal kontribusi bisnis vaksin GX-19 belum diperhitungkan ke dalam target pendapatan perusahaan.
"Biaya yang telah dikeluarkan untuk proses uji klinik fase 2b/3 juga tidak material dan tidak mempengaruhi keuangan perusahaan," tutup Bernadus.