Kemendag Keluarkan Kebijakan HET hingga DMO-DPO, Minyak Goreng Justru Malah Makin Mahal dan Langka
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

MAKASSAR - Melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag), Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk meredam lonjakan harga minyak goreng pada periode Januari-Februari 2022. Mulai dari harga eceran tertinggi (HET) sampai kebijakan domestic market obligation (DMO), dan domestic price obligation (DPO).

Lantas, apakah kebijakan tersebut berhasil menangani kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng?

Ombudsman RI pun menjalankan pemantauan terhadap sejumlah pasar dan ritel, baik modern dan tradisional di seluruh Indonesia untuk meninjau hasil dari kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan. Setidaknya ada 274 lokasi pemantauan.

Dari hasil pantauan itu, Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menjelaskan bahwa isu minyak goreng saat ini telah bergeser. Tidak hanya soal mahal saja, melainkan juga merembet kepada kelangkaan bahan pokok tersebut.

"Bulan sebelumnya (Januari-Februari) migor tersedia tapi harga mahal, di pasar manapun ada, tak terjadi kelangkaan tapi mahal," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual dikutip Rabu, 16 Maret.

Yeka pun menilai ini menjadi ironi. Karena, di sisi lain pemerintah telah memberikan sejumlah insentif kepada pelaku usaha untuk menjual minyak goreng murah kepada masyarakat. Namun, fakta dilapangan memperlihatkan bahwa harga tetap mahal, bahkan barangnya langka.

"Sekarang isu migor ini sudah berubah dari yang tadinya mahal menjadi langka dan masih mahal," tandas Yeka.

Ombudsman duga penyebab kelangkaan karena kebijakan DMO.

Penyebab kelangkaan terletak pada kebijakan DMO

Menurut Yeka, berdasarkan pantauan Ombudsman RI, dugaan penyebab kelangkaan justru terletak pada kebijakan DMO yang dikeluarkan pemerintah.

"Berdasarkan hasil pemantauan Ombudsman RI, dugaan penyebab kelangkaan minyak goreng di antaranya adalah perbedaan data DMO yang dilaporkan dengan realisasinya. Kebijakan DMO tanpa diikuti oleh mempertemukan eksportir CPO atau olahannya dengan produsen minyak goreng," katanya.

Menurut Yeka, belum adanya jaminan ketersediaan minyak goreng, terlebih lagi menjelang puasa dan hari raya Idulfitri menimbulkan adanya fenomena panic buying di tengah masyarakat.

Karena itu, Ombudsman RI pun menyoroti gagalnya fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam mengendalikan harga minyak goreng di dalam negeri.

"Fungsi pengawasan akan sulit dilakukan apabila masih terjadi disparitas harga. Alih-alih memperlancar ketersediaan minyak goreng, stok minyak goreng malah langka. Ombudsman RI meminta pemerintah untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan mengenai HET, DMO dan DPO," ucapnya.