Unicef Mengapresiasi PKK Sulsel dalam Mengatasi Permasalahan Gizi Buruk pada Anak-Anak
Suasana lokakarya lintas sektor penguatan program Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) Tingkat Provinsi Sulsel yang digelar secara hybrid. (ANTARA)

Bagikan:

MAKASSAR - Chief Financial Officer (CFO) Unicef Sulawesi dan Maluku Henky Widjaja memberikan apresiasinya untuk Tim Penggerak PKK Sulawesi Selatan dalam menyosialisasikan bahaya stunting hingga penanganan gizi buruk pada anak-anak di daerah tersebut.

Henky Widjaja mengungkapkan hal tersebut pada Lokakarya Lintas Sektor Penguatan Program Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT) Tingkat Provinsi Sulsel yang digelar secara hybrid di Makassar, Selasa 06 Juli.

"Kami mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Ibu Naoemi Octarina, karena Tim Penggerak PKK Sulsel memberikan peran yang luar biasa dalam penanganan gizi buruk, khususnya stunting pada anak-anak," katanya.

Henky memaparkan Indonesia saat ini menghadapi triple burden gizi, yaitu stunting, wasting, dan obesitas. Walaupun banyak kasus gizi buruk terjadi di masyarakat, namun yang mendapatkan perawatan masih rendah.

Adapun penyebabnya, kata dia, akses pelayanan kesehatan masih terbatas, tidak semua kasus gizi buruk terdeteksi dini, hingga rendahnya pemahaman masyarakat tentang gizi buruk.

Pandemi COVID-19, kata Henky, juga mempengaruhi tingginya kasus gizi buruk. Kalangan menengah ke bawah, mengalami dampak ekonomi sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi anak.

Selain itu, masyarakat juga membatasi akses ke fasilitas kesehatan. Sehingga, ada resiko peningkatan kasus gizi buruk dalam satu tahun belakangan ini.

"Gizi buruk beresiko penyakit hingga kematian pada anak. Kekebalan tubuh mereka akan melemah," ujar Henky.

Pencegahan Gizi Buruk dengan Memaksimalkan PGBT

Menurut Henky, gizi buruk bisa dicegah sebelum kondisinya makin parah. Saat ini, sudah ada 70 negara di dunia memaksimalkan PGBT, yang berfokus pada integrasi pengelolaan kurang gizi akut kedalam sistem kesehatan yang telah ada di semua tingkatan.

Ada empat komponen PGBT, yaitu mobilisasi masyarakat untuk penemuan dini kasus dan tindak lanjut, layanan rawat jalan bagi balita gizi buruk tanpa komplikasi di puskesmas/pustu.

Selain itu, layanan rawat inap bagi balita gizi buruk dengan komplikasi medis di RSU/Puskesmas Rawat Inap, dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan konseling Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA).

"Kerjasama lintas sektor menjadi penopang utama PBGT. Dan PKK punya peran penting," imbuhnya.

Sementara, Pelaksana Tugas Ketua TP PKK Sulsel, Naoemi Octarina, mengungkapkan, berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2018, proporsi kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita, 17,7 persen. Provinsi Sulsel, di atas angka rata-rata nasional, 22,9 persen.

Karena itu, menurut dia, masalah gizi anak ini harus menjadi fokus utama semua stakeholder. "Anak-anak kita butuh asupan gizi yang optimal," kata Naoemi.

Masalah gizi pada anak, jelas Naoemi, membutuhkan peran penting dari para orangtua. Oleh sebab itu, para orangtua harus diedukasi. Ada beberapa kasus, gizi buruk justru terjadi pada anak-anak yang orangtuanya mempunya kemampuan ekonomi yang baik.

"Gizi buruk dan gizi kurang harus ditanggulangi bersama, karena pada balita kurang gizi kronis, akan menyebabkan stunting. Berpengaruh juga pada kecerdasan anak, menyebabkan gangguan kesehatan, rentan terhadap penyakit, hingga beresiko pada tingkat kematian anak," jelasnya.   

Ikuti info dan berita lainnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!