MAKASSAR - Kejanggalan dalam proses Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menyebabkan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak lolos terus terungkap. Salah satunya, adanya pertanyaan aneh seperti pilih Al-Qur'an atau Pancasila.
Hal ini disampaikan oleh Benedictus Siumlala Martin yang merupakan pegawai fungsional di Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK. Dia termasuk dalam 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos.
BACA JUGA:
Dirinya mengatakan, saat melaksanakan proses wawancara ada salah satu rekannya diminta memilih antara Al-Qur'an dan Pancasila. Hal ini diketahuinya setelah berdiskusi dengan koleganya.
"Ada beberapa pertanyaan yang cukup aneh, ada salah satu teman itu yang bahkan diminta untuk disuruh memilih, kamu mau milih Al-Quran atau Pancasila," kata Beni saat ditemui VOI di Gedung ACLC KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin, 31 Mei lalu.
Pertanyaan yang sangat ganjil
Pertanyaan ini dianggapnya ganjil, karena dua hal ini tidak bisa dipilih begitu saja. Selain itu, Beni menganggap agama dan Pancasila sebenarnya bisa untuk dilakukan secara bersama.
"Itu kan sesuatu yang sebenarnya enggak bisa dipilih ya. Maksudnya, ya bisa berjalan bersamaan aja dan enggak pas gitulah untuk dipilih," tegasnya.
Tak hanya itu, asesor juga menanyakan perihal penolakan terhadap Firli Bahuri pada 2019 oleh sejumlah pegawai KPK. Beni menjadi salah satu pegawai yang ditanya hal ini dalam proses wawancara dan dia tak menutupinya.
"Ya saya jawab apa adanya, bahwa memang tahun 2019 itu saya ikut menolak Firli Bahuri untuk jadi Komisioner KPK," ungkapnya.
"Kenapa saya ikut menolak? Karena memang waktu itu ada kejadian pelanggaran etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri seperti menemui pihak berperkara, dan beberapa pelanggaran lain yang di KPK itu cukup serius pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri," imbuh Beni.
Lebih lanjut, asesor juga sempat menanyakan kepada Beni apakah dirinya ikut aksi demonstrasi menolak revisi UU KPK pada 2019 lalu. "Jadi kayak sudah tahu semuanya begitu tentang saya, bahkan sebelum wawancara," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menegaskan pihaknya tidak tahu mengenai soal yang ditanyakan asesor dalam Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Bukan hanya itu, Ghufron mengatakan lima pimpinan KPK tak ingin mengetahui soal yang ditanyakan kepada para pegawainya.
"Ada pertanyaan juga, KPK pimpinannya tidak tahu dengan pertanyaan TWK? Memang kami tidak tahu dan tidak mau tahu," kata Ghufron dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Mei.
Dia menegaskan langkah ini diambil sebagai bentuk menjaga objektivitas. Apalagi, KPK telah menyerahkan pelaksanaan TWK kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan KemenPANRB.
Penyebabnya, KPK tidak memiliki kemampuan untuk menguji para pegawainya dalam proses alih status kepegawaian seperti amanat UU Nomor 19 Tahun 2019.
Sebagai informasi, TWK diikuti 1.351 pegawai KPK. Dari jumlah tersebut, 1.274 orang dinyatakan memenuhi syarat.
Sedangkan 75 pegawai di antaranya Novel Baswedan, Ketua Wadah Pegawai KPK yang juga penyidik Yudi Purnomo, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Anti-Korupsi KPK Giri Suprapdiono, Kasatgas KPK Harun Al-Rasyid, dan Direktur PJKAKI Sujarnarko dinyatakan tak memenuhi syarat (TMS). Berikutnya, dua pegawai lainnya tak hadir dalam tes wawancara.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!