MAKASSAR - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut tak lulusnya sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam tes wawasan kebangsaan sudah dirancang sejak awal. Selain itu, hal ini juga jadi episode akhir untuk menghabisi KPK.
Hal ini disampaikan peneliti ICW Kurnia Ramadhana menanggapi kabar pemecatan penyidik senior Novel Baswedan, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) KPK, dan sejumlah pegawai lainnya karena tak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan.
BACA JUGA:
"Tidak lulusnya sejumlah pegawai dalam tes wawasan kebangsaan telah dirancang sejak awal sebagai episode akhir untuk menghabisi dan membunuh KPK," katanya dalam keterangan tertulisnya yang diterima VOI, Selasa, 4 Mei.
Penilaiannya ini didasari dengan sejumlah kejadian nyata dan runut. "Mulai dari merusak lembaga antirasuah dengan UU KPK baru, ditambah dengan kontroversi kepemimpinan Firli Bahuri, dan kali ini pegawai-pegawai yang dikenal berintegritas disingkirkan," tegas Kurnia.
Lebih lanjut, dirinya menyebut kondisi carut marut ini tak bisa begitu saja dilepaskan dari peran residen Joko Widodo dan seluruh anggota DPR RI. Sebab, dua cabang kekuasaan inilah yang akhirnya sepakat merevisi UU KPK dan memasukan aturan kontroversi berupa alih status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Tak lupa, ini pun sebagai buah atas kebijakan buruk Komisioner KPK tatkala mengesahkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 yang memasukkan asesmen tes wawasan kebangsaan," ungkapnya.
Praktik buruk inilah yang kian melengkapi kesuraman KPK di bawah komando Ketua KPK periode 2019-2023 Firli Bahuri. Apalagi, sebelum polemik ini terjadi sudah begitu banyak kontroversi lain di tubuh lembaga antirasuah tersebut.
"Mulai dari ketidakmauan memboyong Harun Masiku ke proses hukum, menghilangkan nama-nama politisi dalam dakwaan korupsi bansos, melindungi saksi perkara suap benih lobster, membocorkan informasi penggeledahan, sampai pada akhirnya melucuti satu per satu penggawa KPK," jelas Kurnia.
"Untuk itu, akhirnya kekhawatiran masyarakat atas kebijakan Presiden Joko Widodo dan DPR yang memilih merevisi UU KPK serta mengangkat komisioner penuh kontroversi terbukti. Alih-alih memperkuat, yang terlihat justru skenario untuk mengeluarkan KPK dari gelanggang pemberantasan korupsi di Indonesia," imbuhnya.
Bekerja sama dengan BKN
Diberitakan sebelumnya, KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggelar asesmen wawasan kebangsaan untuk para pegawainya.
Hanya saja belakangan dikabarkan sejumlah pegawai tak lolos sehingga mereka disebut bakal dipecat. Salah satunya yang diisukan adalah penyidik senior Novel Baswedan.
Menanggapi hal ini, Sekjen KPK Cahya H. Harefa menyebut hasil asesmen para pegawainya masih tersegel rapi. Rencananya, pengumuman terhadap hasil asesmen ini akan disampaikan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi.
Lebih lanjut, Cahya memaparkan penilaian dari 1.349 pegawai KPK telah diterima pihaknya sejak 27 April lalu. Ribuan pegawai ini mengikuti asesmen yang merupakan syarat pengalihan status pegawai seperti diatur dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.
Selain itu, sebagai lembaga KPK memang harus melakukan alih status pegawai karena sesuai amanat undang-undang KPK yang telah direvisi.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di VOI.id, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!