MAKASSAR - Pengamat politik Rocky Gerung menilai Istana tengah menjalankan agenda agar masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertambah satu periode.
Penilaian itu dinyatakan Rocky setelah mengomentari klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengenai big data.
BACA JUGA:
-
| BERITA
Bukan Hanya PDIP, PKS Juga Daftarkan Diri Sebagai Peserta Pemilu 2024 di KPU
01 Agustus 2022, 10:07 -
| BERITA
Kemenag dan KPU Sulsel Siap Kerja Sama untuk Lancarkan Pemilu Damai 2024
28 Juni 2021, 16:07
Luhut mengklaim ada big data berisi 110 juta warga media sosial satu suara setuju kekuasaan Presiden Jokowi diperpanjang.
"Tapi saya membaca sejak awal, Istana ini punya satu proyek yang engga boleh digagalkan, yaitu memperpanjang jabatan presiden, entah itu menunda pemilu, pun mengusulkan tiga periode, itu yang masih berlangsung sekarang," ujarnya, dikutip VOI dari akun YouTube Rocky Gerung Official, Rabu 16 Maret.
Upaya yang dilakukan untuk memuluskan agenda
Upaya yang dijalankan untuk memuluskan agenda itu salah satunya dengan merangkul para elite politik. Mereka akan membahas bangkitnya sektor perekonomian setelah dihantam pandemi COVID-19 di tangan Presiden Jokowi. Selanjutnya, kata Rocky, muncullah big data.
"Latar belakangnya adalah upaya untuk membujuk tokoh-tokoh politik, supaya percaya bahwa kepemimpinan Presiden Jokowi akan membuat Indonesia makin makmur, karena itu disogoklah big data segala macam," tutur Rocky.
Sebelumnya, Luhut mengaku memiliki big data berisi 110 juta warga media sosial Twitter yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda. Dia menjelaskan, big data itu mengisyaratkan keinginan rakyat tidak ingin perpecahan terjadi seperti munculnya "cebong" atau "kampret" dalam Pemilu 2019.
Lebih lanjut, Luhut mengatakan ongkos pemilu sangat mahal yaitu Rp 110 triliun. Dalam situasi seperti sekarang ini, kata Luhut, big data itu juga menjelaskan ketidaksetujuan masyarakat terhadap anggaran pemilu yang dihabiskan saat perekonomian sedang bangkit akibat dihantam pandemi.
"Sekarang lagi gini-gini, katanya, kita coba tangkap dari publik [dari big data], itu bilang kita mau habisin Rp 100 triliun lebih untuk milih [pemilu], ini keadaan begini, ngapain sih, ya untuk pemilihan presiden dan pilkada, kan serentak," ujar Luhut, dikutip dari kanal YouTube Deddy Corbuzier.