MAKASSAR - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan peraturan terkait penggunaan pengeras suara di masjid, salah satunya untuk keharmonisan hubungan antarumat beragama.
Dia pun membandingkan, jika ada orang muslim yang berada di lingkungan nonmuslim yang memelihara banyak anjing, pasti akan cukup mengganggu.
BACA JUGA:
-
| BERITA
Menag Tentukan Pedoman Pemakaian Pengeras Suara Masjid: Maksimal 10 Menit Sebelum Azan
21 Februari 2022, 10:04 -
| BERITA
Muannas Alaidid: Yang Membandingkan Suara Azan dan Suara Anjing Roy Suryo Bukan Menag
24 Februari 2022, 17:47 -
| BERITA
Dituding Bandingkan Suara Azan dengan Gonggongan, Roy Suryo Ogah Repot-repot Merespons
24 Februari 2022, 19:21
"Misalkan tetangga kita kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong di waktu yang bersamaan, kita terganggu tidak? Artinya semua suara-suara harus kita atur agar tidak menjadi gangguan," ujarnya saat berkunjung ke Pekanbaru, Rabu 23 Februari dikutip Antara.
"Kita bayangkan, saya Muslim saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah mereka membunyikan toa sehari lima kali dengan keras secara bersamaan, itu rasanya bagaimana?" lanjutnya.
Sebelumnya, Kementerian Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 mengenai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Dalam surat ini tertulis peraturan penggunaan waktu dan kekuatan dari pengeras suara di masjid dan musala.
"Surat edaran ini dikeluarkan dengan tujuan agar tidak ada umat agama lain yang terganggu. Kita tahu itu syiar agama Islam, silahkan gunakan toa, tapi tentu harus diatur. Diatur bagaimana volumenya tidak boleh keras, maksimal 100 desibel," ucapnya.
Pengaturan waktu penggunaan speaker untuk keharmonisan
Selain itu, Yaqut juga menjelaskan perlunya untuk mengatur waktu penggunaan alat pengeras suara tersebut, baik setelah atau sebelum azan dikumandangkan.
"Bagaimana menggunakan speaker di dalam atau luar masjid juga diatur. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis," katanya.
Baginya pedoman ini bertujuan juga untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi hal yang tidak bermanfaat, sebab di daerah di Indonesia yang mayoritas Muslim, hampir di setiap 100-200 meter terdapat masjid atau musala.
Yaqut menegaskan alat pengeras suara di masjid/musala dapat digunakan, namun perlu diatur agar tidak ada yang merasa terganggu. Selain itu, niat menggunakan pengeras suara sebagai sarana untuk syiar dapat tepat dilaksanakan, tanpa mengganggu umat beragama lain.
"Kita harus menghargai mereka yang berbeda dengan kita. Dukungan atas ini juga banyak," katanya.