MAKASSAR - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania Iskandar mengungkapkan, santriwati korban perkosaan Herry Wirawan, guru di Pondok Pesantren Tahfiz Al-Ikhlas, Yayasan Manarul Huda Antapani & Madani Boarding School Cibiru mendapatkan masalah baru.
Livia mengatakan, sekolah lain tidak menerima sejumlah santriwati yang sudah keluar dari pesantren tersebut lain karena menjadi korban pemerkosaan.
BACA JUGA:
"Ini miris, karena sudah menjadi korban bukannya didukung malah tidak diterima untuk bersekolah," kata Livia dalam keterangannya, Kamis, 9 Desember.
Sudah dilaporkan ke Gubernur
Livia mengungkapkan, hal ini sudah LPSK laporkan kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk ditindaklanjuti. Ia menyebut pemerintah daerah perlu memastikan anak-anak yang menjadi korban tersebut bisa kembali bersekolah.
"Temuan ini sudah kami sampaikan ke Gubernur Jabar untuk dilakukan upaya yang tepat bagi keberlangsungan pendidikan korban," ujar Livia.
Lebih lanjut, Livia juga meminta dukungan dari masyarakat agar korban dapat melanjutkan kehidupannya dengan normal. “Stigmatisasi tentunya berdampak buruk bagi korban, ini yang harus senantiasa kita hindari,” harap Livia.
Sebagai informasi, kasus pemerkosaan santriwati mulai terungkap sejak adanya laporan sekitar bulan Mei 2021 ke Polda Jawa Barat. Setelah itu, laporan tersebut ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan hingga berkas perkara lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.
Beberapa sudah melahirkan anak
Dari kasus tersebut, diketahui seorang guru melakukan tindakan asusila kepada 12 orang santriwati. Bahkan sudah ada santriwati yang hamil dan melahirkan beberapa orang anak.
Herry merupakan pemilik salah satu pondok pesantren yang ada di Kota Bandung. Kini ia sudah berstatus sebagai terdakwa karena berkas perkaranya sudah masuk pengadilan.
Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung sudah memindahkan seluruh santriwati dari pesantren Tahfidz Madani di Kota Bandung. Kepala Kemenag Kota Bandung Tedi Ahmad Junaedi menyebutkan, pemindahan itu bertujuan guna memberi perlindungan baik secara fisik maupun secara psikologis kepada para santri.
"Kita rapat dengan provinsi dan seluruh pokja PKPPS berkoordinasi siapa yang akan menampung 35 anak. Walaupun keputusannya tetap itu tergantung kepada anak. Sebagian besar anak mau ke sekolah formal," kata Tedi.
Kemenag juga telah mencabut izin pondok pesantren yang berada di Kota Bandung tersebut. Tedi mengatakan pondok pesantren tersebut hanya mendapatkan izin untuk beroperasi di wilayah Antapani, sedangkan pesantren yang berlokasi di Cibiru berdiri tanpa izin Kemenag.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!