MAKASSAR - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD akhirnya buka suara mengenai Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang berakibat pada penonaktifan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tak lolos.
Dalam kegiatan 'Dialog Menko Polhukam: Perkembangan Situasi Aktual Politik, Hukum, dan Keamanan' yang ditayangkan di YouTube Universitas Gadjah Mada, Mahfud mengatakan dirinya menjadi salah satu orang yang mendukung KPK. Namun, saat ini dia tak bisa berbuat banyak.
BACA JUGA:
"Kalau ditanyakan ke saya. Saya sejak dulu pro KPK. Sejak dulu," kata Mahfud yang dikutip pada Senin, 7 Juni.
Dia lantas menyebut, pelemahan terhadap KPK memang kerap terjadi terutama melalui undang-undang dan hal ini dialaminya sendiri saat dia menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya Ketua MK berapa kali itu, 12 kali (KPK, red) mau dirobohkan lewat UU, saya menangkan KPK terus," tegasnya.
Tak bisa berbuat banyak
Meski begitu, Mahfud kini mengaku tak bisa berbuat banyak sebagai Menko Polhukam dan bagian pemerintah terkait dengan polemik TWK. Sebab, keputusan untuk menonaktifkan hingga memecat 51 dari 75 pegawai yang dinyatakan tak lolos tes alih status kepegawaian bukan keputusan pemerintah saja tapi juga keputusan dari banyak pihak.
"Keputusan tentang KPK tidak hanya di pemerintah saja. Ada DPR, ada di partai, ada civil society yang pecah juga. Civil society ini akan pecah," ungkapnya.
Dia juga menyinggung, para pegawai yang disingkirkan ini termasuk penyidik KPK Novel Baswedan adalah orang baik. Apalagi, dia memiliki hubungan yang cukup dengan Novel sejak dirinya menjabat sebagai Ketua MK.
Hanya saja, mereka yang dianggap baik ini belum tentu mendapat penilaian serupa dari orang lain. Bahkan, dia menyinggung adanya anggapan dari sejumlah pihak jika Novel Baswedan berpolitik.
"Banyak orang yang menganggap Novel Baswedan ini politis. Kalau org partai tertentu dibiarin, sudah ada laporannya dibiarin yang ditembak partai-partai ini saja, misalnya. ada orang yang bilang begitu," ungkap dia menirukan suara publik yang didengarnya.
Namun, dirinya menegaskan tetap mendukung KPK. Bahkan, dia mengatakan, tujuan dia berdialog saat itu adalah untuk mendengar masukan dari akademisi terkait langkah terbaik bagi komisi antirasuah ke depan.
"Saya mendukung KPK harus kuat. Tinggal bagaimana kita menguatkan itu," ujar Mahfud.
"Kalau kita mau demokrasi ya seperti itu. Demokrasi sekarang itu elitnya oligarki, bawahnya liar. Elitnya oligarkis rakyatnya liar. Enggak ada al madinah al fadilah, negara yang sempurna," katanya.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!