MAKASSAR - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pihaknya sejak awal memilih tak mengumumkan siapa saja pegawai yang tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga 75 pegawai yang dinyatakan gagal dalam tes ini.
"Jadi (kemungkinan ada, red) intimidasi atau labeling yang dikhawatirkan (jika dibuka namanya, red). Kami menjaganya," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Mei.
BACA JUGA:
Dirinya mengatakan, sejak awal KPK juga tidak pernah mengumumkan siapa saja 75 pegawai yang tidak lolos. Hal ini semata-mata untuk menjamin kerahasiaan.
Pimpinan KPK, sambung Ghufron, sejak awal memastikan untuk mengumumkan hasil TWK langsung kepada masing-masing pegawai. "(Ini, red) untuk menjamin bahwa publik tidak memiliki refrensi, 'oh dia yang katanya TMS dari KPK'," tegasnya.
"Maka itu kami tidak pernah umumkan ke publik. Jadi mohon dipahami itu untuk rangka melindungi teman-teman semuanya," imbuh Ghufron.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah melaksanakan rapat koordinasi untuk membahas nasib 75 pegawai yang gagal Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan dinonaktifkan. Hasilnya, 51 orang pegawai KPK dipastikan akan dipecat dari pekerjaannya karena mendapat ponten merah dari asesor.
Pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan
Selanjutnya, terhadap 24 pegawai yang masih bisa diangkat menjadi pegawai akan dilakukan pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan. Hanya saja, waktu dan tempatnya masih akan dibicarakan di kemudian hari.
Terkait hal ini, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mengaku keberatan dengan pemecatan 51 pegawai yang gagal dalam asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Dia menilai, mereka yang dipecat bisa dilabeli penganut paham radikalisme seperti isu yang beredar luas saat ini.
Novel menyebut, para pegawai ini adalah warga negara yang selama ini telah berjuang untuk melakukan pemberantasan korupsi. Namun, karena tak lolos TWK, bukan tak mungkin mereka akan mendapatkan stigma negatif dari masyarakat bahkan terancam terusir dari pekerjaan mereka.
"Akan bisa terjadi stigmatisasi kepada pegawai KPK yang dituduh dengan cara-cara yang abuse of power seolah bermasalah dalam kebangsaan maupun hal-hal lain yang disebut radikal atau apapun itu," kata Novel kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Mei.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!