Sebut Rusia Manfaatkan 'Perisai Nuklir' di Ukraina, Menlu AS: Jangan Sampai Ada Kecelakaan Mengerikan
Pembangkit listrik nuklir Zaporizhzhia di Ukraina. (Wikimedia Commons/Ralf1969)

Bagikan:

MAKASSAR - Amerika Serikat menyebutkan Rusia memanfaatkan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar Ukraina sebagai "perisai nuklir" dengan menempatkan pasukan di sana, mencegah pasukan Ukraina membalas tembakan dan mempertaruhkan kecelakaan nuklir yang mengerikan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, Washington "sangat prihatin" bahwa pembangkit Zaporizhzhia, yang dituduh Rusia menembakkan peluru di dekat lokasinya pada Maret, sekarang menjadi pangkalan militer Rusia yang digunakan untuk menembaki pasukan Ukraina di dekatnya.

"Tentu saja Ukraina tidak dapat membalas, karena jangan sampai ada kecelakaan mengerikan yang melibatkan pembangkit nuklir," kata Blinken kepada wartawan setelah pembicaraan nonproliferasi nuklir di PBB di New York, melansir Reuters 2 Agustus.

Tindakan Rusia melampaui menggunakan "perisai manusia" kata Blinken, menyebutnya sebagai "perisai nuklir."

Rusia tolak tuduhan Menlu Blinken

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina Mykola Tochytskyi menyebutkan "tindakan bersama yang kuat diperlukan untuk mencegah bencana nuklir" dan menyerukan masyarakat internasional untuk "menutup langit" atas pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina dengan sistem pertahanan udara.

Secara terpisah, Misi Rusia untuk PBB di New York menolak keras tuduhan yang disampaikan oleh Menlu Blinken.

"Kami berulang kali menyatakan bahwa tindakan angkatan bersenjata kami sama sekali tidak merusak keamanan nuklir Ukraina atau menghambat operasi rutin PLTN (pembangkit tenaga nuklir)," bantah misi Rusia di PBB dalam sebuah pernyataan.

Dikatakan satu-satunya tujuan pasukan Rusia mengambil alih Zaporizhzhia yaitu untuk "mencegah formasi nasionalis Ukraina dan tentara bayaran asing memanfaatkan situasi saat ini di Ukraina untuk melakukan provokasi nuklir dengan konsekuensi yang paling tidak terduga."

Diketahui, invasi Presiden Rusia Vladimir Putin ke Ukraina pada 24 Februari telah menimbulkan konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, menewaskan ribuan orang, menggusur jutaan dan meninggalkan sebagian besar Ukraina dalam puing-puing.