MAKASSAR - Harga minyak dunia terpantau sedikit menguat di sesi perdagangan yang bergejolak pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), karena pasokan global yang ketat melebihi kekhawatiran bahwa permintaan akan tertekan oleh meningkatnya kasus COVID-19 di Beijing dan lebih banyak kenaikan suku bunga.
Dikutip dari Antara, minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus naik 26 sen atau 0,2 persen, menjadi menetap di 122,27 dolar AS per barel, sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Juli bertambah 26 sen atau 0,2 persen, menjadi ditutup di 120,93 dolar AS per barel.
BACA JUGA:
Perdagangan bergejolak pada Senin, 13 Juni, dengan WTI mencapai level terendah intraday 117,47 dolar AS per barel.
Patokan global diperdagangkan serendah 118,95 dolar AS per barel di awal sesi.
Kedua tolok ukur tersebut menyentuh level intraday terendah sejak 7 Juni.
Produksi minyak terpangkas karena beberapa hal
Pasokan minyak terbatas, dengan OPEC dan sekutunya tidak dapat sepenuhnya memenuhi peningkatan produksi yang dijanjikan karena kurangnya kapasitas di banyak produsen, sanksi terhadap Rusia dan kerusuhan di Libya yang telah memangkas produksi.
Minyak telah melonjak pada 2022 karena invasi Rusia ke Ukraina pada Februari menambah kekhawatiran pasokan dan karena permintaan pulih dari penguncian terkait pandemi COVID-19.
Pada Maret, Brent mencapai 139 dolar AS, tertinggi sejak 2008.
Pekan lalu, kedua harga acuan minyak naik lebih dari satu persen.
"Kami kesulitan dengan hilangnya (minyak) Rusia jadi sekarang tambahkan tanda seru dengan situasi Libya," papar Robert Yawger, direktur eksekutif energi berjangka di Mizuho.
Sebelumnya, pada Sabtu, 11 Juni, harga rata-rata bensin AS melebihi 5,0 dolar AS per galon untuk pertama kalinya, data AAA menunjukkan.
"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dengan China. Suasana saat ini sangat suram," jelas Phil Flynn, analis Price Futures.