MAKASSAR - Karena adanya dugaan pelanggaran penanganan perkara kasus istri yang dituntut penjara atas kasus memarahi suaminya di Karawang, Kejaksaan Agung memutasikan Dwi Hartanta dari jabatannya sebagai Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi (Aspidum Kejati) Jawa Barat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Simanjuntak menyebutkan mutasi itu berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-IV-781/C/11/2021.
BACA JUGA:
"Dwi Hartanta dimutasikan sebagai Jaksa Fungsional pada Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung di Jakarta (Anggota Satuan Tugas Khusus Penyusunan Kebijakan Strategis)," kata Leonard dalam keterangannya yang diterima di Bandung, Jawa Barat, dilansir Antara, Kamis, 18 November.
Selanjutnya, kata Leonard, jabatan Aspidum diisi oleh pelaksana tugas (Plt) yakni oleh Riyono. Saat ini, Riyono sendiri berposisi sebagai Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) di Kejati Jawa Barat.
"Di samping tugasnya sehari-hari sebagai Asisten Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Bandung sampai dengan adanya pejabat definitif diangkat oleh Jaksa Agung Republik Indonesia," kata dia.
Mutasi diagonal
Menurutnya mutasi Dwi Hartanta itu merupakan bentuk pelaksanaan mutasi diagonal yang dilaksanakan dalam rangka proses pemeriksaan fungsional Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung.
"Berdasarkan Pasal 29 ayat (3) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Manajemen Karier Pegawai Kejaksaan Republik Indonesia, disebut bahwa pola karier pegawai dapat dibentuk horisontal, vertikal dan diagonal," kata Leonard.
Sementara itu, perkara istri yang dituntut penjara karena memarahi suaminya itu diduga disebabkan oleh pelanggaran pada penanganan perkaranya. Pasalnya, istri yang bernama Valencya alias Nengsy Lim itu diduga justru menjadi korban KDRT.
Sedang jalani pemeriksaan
Hingga saat ini sembilan orang jaksa baik dari Kejati Jabar maupun Kejaksaan Negeri (Negeri) Karawang termasuk Dwi Hartanta sedang menjalani pemeriksaan oleh Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas).
Dalam perkara tersebut, para jaksa yang menanganinya dianggap tidak mempunyai kepekaan dalam mengatasi perkara. Selain itu, baik Kejari Karawang maupun Kejati Jawa Barat juga dinilai tidak memedomani "Tujuh Perintah Harian Jaksa Agung" sebagai norma atau kaidah dalam pelaksanaan tugas.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!