Peneliti Asing Merasa 'Dipenjara' Saat Jalani Karantina di Hotel Jepang
Ilustrasi Bandara Narita Tokyo, Jepang. (Wikimedia Commons/名無し野電車区)

Bagikan:

MAKASSAR - Sejumlah peneliti asing yang akhir-akhir ini diterima oleh lembaga yang berafiliasi dengan Pemerintah Jepang, harus menjalani aturan karantina COVID-19 yang lebih ketat dari yang lain. Menurut orang-orang yang memahami situasi tersebut, Rabu 03 November, mereka 'dipenjara' di kamar hotel sejak kedatangan di Jepang.

Dalam sebuah program oleh Japan Foundation, lebih dari 50 peneliti tidak diizinkan meninggalkan kamar mereka sama sekali hingga 15 hari, setelah kedatangan mereka di Jepang. Petugas keamanan pun berjaga-jaga untuk menghindari pelanggaran peraturan karantina.

Mengutip Kyodo News 4 November, para peneliti tiba di Jepang pada 28 Oktober lalu, selanjutnya tinggal di sebuah hotel dekat Bandara Narita, di dekat Tokyo untuk menerapkan karantina.

Masuknya mereka disetujui sebagai pengecualian, karena Jepang mempertahankan pembatasan perjalanan karena pandemi. Namun perlakuan yang diterima memicu reaksi dari beberapa peneliti, membandingkan dengan ditahan di 'penjara mewah' atau menggambarkannya sebagai kasus xenophobia.

Kelonggaran di AS dan Eropa

Untuk menanggapi penyebaran virus corona baru, Jepang telah menerapkan pembatasan perjalanan yang ketat seperti yang diberlakukan negara lain. Namun, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa telah melonggarkan mereka, untuk menerima peneliti asing di tengah membaiknya situasi COVID-19.

The Japan Foundation, berafiliasi dengan Kementerian Luar Negeri Jepang, melaksanakan program pertukaran budaya secara global dan mengundang para sarjana studi Jepang dari luar negeri.

Seorang pejabat yayasan mengakui, itu (karantina) adalah "prasyarat" yang ditentukan oleh otoritas Jepang terkait dan harus dipatuhi agar program dapat berlanjut.

Diketahui, Jepang telah menentukan periode karantina 14 hari bagi mereka yang datang ke Jepang, terlepas dari kebangsaannya, dan mereka diminta untuk menahan diri dari tamasya yang tidak mendesak.

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!