Jokowi Membolehkan Salat Tarawih Berjamaah di Masjid, Epidemiolog Kasih Saran Cara Cegah Penularan COVID-19
Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash

Bagikan:

MAKASSAR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan pengumuman diperbolehkannya salat tarawih berjamaah di masjid. Hal ini dikarenakan kasus COVID-19 di Tanah Air terus mengalami perbaikan akhir-akhir ini.

Lantas hal apa saja yang harus dipersiapkan agar salat tarawih berjamaah tidak menciptakan klaster baru?

Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menyatakan ada sejumlah hal yang wajib dilakukan untuk mencegah peningkatan kasus. Apalagi, COVID-19 dapat menular tanpa menimbulkan gejala apapun.

Edukasi pengurus masjid tentang protokol kesehatan

Salah satu hal yang bisa dilakukan yaitu mengedukasi para marbot maupun pengurus masjid tentang protokol kesehatan. Menurut Dicky, penting bagi pihak terkait untuk melakukan hal ini agar penyebaran virus tak terjadi.

"Ini akan sangat penting untuk disiapkan sebelumnya, yaitu meliterasi para marbot, pengurus masjid tentang protokol kesehatan," kata Dicky saat dihubungi VOI, Kamis, 24 Maret.

Selain itu, Dicky mengatakan, penting bagi masjid untuk menyiapkan sirkulasi udara dan ventilasi yang cukup. Sehingga, udara tetap terjaga karena COVID-19 menyebar melalui airborne.

Berikutnya, masjid yang akan menyelenggarakan salat tarawih juga diharapkan mengadakan sistem pendaftaran bagi jamaah yang akan salat di sana. Jika hal ini tak mungkin dilakukan, PeduliLindungi dapat dijadikan aplikasi untuk tracing dan pendataan.

"Contoh di Australia, orang yang akan ke masjid itu scan barcode, harus sudah divaksin, dan tidak ada kontak dengan kasus. Selalu begitu," ujarnya.

"Bahkan ada masjid yang sudah punya jamaah tetap yang mendaftar via email. Itu maksudnya untuk memastikan bahwa orang tersebut status imunitasnya, dalam hal ini vaksinasi dan boosternya sudah terpenuhi dan tidak dalam kasus kontak (erat, red)," imbuh Dicky.

Lebih lanjut, komunikasi risiko juga harus dibangun dalam masyarakat. Dicky mengungkapkan, semua pihak harus diingatkan walaupun kasus COVID-19 mengalami penurunan, bukan berarti virusnya sudah tidak ada lagi.

"Virus tetap ada. Sehingga harus diperhatikan apalagi mayoritas yang terinfeksi adalah mereka yang tidak bergejala," tegasnya.

Peran tokoh agama cukup penting

Dalam membangun komunikasi risiko ini, Dicky menilai, peran para tokoh agama sangat diperlukan. Mereka harus membantu pemerintah untuk menyampaikan pada jamaah yang akan salat, jika tak merasa sehat sebaiknya beribadah di rumah saja.

Tak hanya tokoh agama, masyarakat yang beribadah di masjid juga harus saling mengingatkan satu sama lain untuk tetap menjaga protokol kesehatan. Sehingga, ke depan, kasus COVID-19 bisa terus terjaga.

"Jadi untuk mewaspadai itu kita harus membangun komunikasi risiko. Bahwa jamaah yang akan salat, kalau merasa tidak sehat, punya riwayat kontak, harus dibangun kesadaran untuk jangan dipaksakan ke masjid," jelas Dicky.

"Kemudian juga, (jamaah, red) saling mengingatkan di lingkungan masjid itu sendiri," pungkasnya.