KPK: Kalau Mau Cepat Kaya, Enak-enakan Tanpa Diaudit, Jadi Pengusaha!
Gedung KPK (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

MAKASSAR - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengajak pemerintah daerah untuk memperkuat inspektorat daerah. Hal tersebut perlu dijalankan karena inspektorat daerah harus kuat dalam mengawal program dan mengukur keefektifan manajemen dalam pengalokasian anggaran yang harus sebanding dengan pendapatan daerah.

Hal ini disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Pengawasan Intern (Rakorwasin) Keuangan dan Pembangunan BPKP Tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara di Hotel Claro Kendari pada Senin, 7 Juni.

"Semua yang paham bagaimana mengukur boros tidaknya itu inspektorat yang paling dekat untuk memberitahu para kepala daerahnya. Baik itu potensi yang belum tergali maupun manajemen aset. Inspektorat adalah navigator," kata Ghufron seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Juni.

Tiga Strategi Pemberantasan Korupsi

Lebih lanjut, KPK juga kini menekankan tiga strategi pemberantasan korupsi yaitu penindakan, meningkatkan kerja sama dengan pihak terkait serta pendekatan pendidikan dan peran serta masyarakat.

"Para ASN diharapkan agar secara maksimal mendedikasikan sumber daya yang ada semata-semata untuk kepentingan rakyat. Sumber daya yang disediakan negara adalah untuk membangun daerah. Pemda dan jajaran di dalamnya harus mengelola sebaik-baiknya, bukan untuk dihambur-hamburkan dengan tidak bertanggung jawab," ungkap Ghufron.

Dirinya juga berpesan, penyelenggara negara harus bekerja sesuai amanah dan tidak menyimpangkan kewenangan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi. Tak hanya itu, Ghufron mengingatkan para penyelenggara negara untuk tidak mengkhianati kepercayaan dari rakyat dengan melakukan upaya transaksional dalam menjalankan amanah.

"Kalau mau cepat kaya, enak-enakan, dan tidak diaudit, jangan jadi pejabat publik. Jadilah pengusaha," tegasnya.

Menambahkan Ghufron, Deputi Kepala BPKP Bidang Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah Dadang Kurnia, menyampaikan sesuai arahan Presiden dan Kementerian Dalam Negeri agar kepala daerah mendorong percepatan penyerapan belanja daerah dengan diawasi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

"Dari arahan tersebut, kita memahami bahwa banyak risiko melekat dalam pelaksanaan program maupun eksekusi anggaran.  Di antaranya risiko-risiko fraud atau penyimpangan karena moral hazard dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Termasuk risiko ketidaktepatan sasaran program, ketidakefektifan dan inefisiensi belanja," ujar Dadang. 

Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!