MAKASSAR - Otoritas kesehatan Denmark memublikasikan pembatalan penggunaan vaksin COVID-19 lansiran Johnson & Johnson, Senin 3 Mei waktu setempat.
"Otoritas Kesehatan Denmark telah menyimpulkan bahwa manfaat menggunakan vaksin COVID-19 dari Johnson & Johnson tidak lebih besar daripada risiko menyebabkan kemungkinan efek samping, VITT, pada mereka yang menerima vaksin," sebut pernyataan tersebut, melansir Euronews, Selasa 4 Mei.
BACA JUGA:
"Oleh karena itu, Otoritas Kesehatan akan melanjutkan program vaksinasi massal Denmark terhadap COVID-19 tanpa vaksin COVID-19 dari Johnson & Johnson," lanjut pernyataan tersebut.
Pihak otoritas kesehatan mengaku tidak mudah untuk mengambil keputusan ini. Apalagi bulan lalu Denmark juga secara resmi membatalkan penggunaan vaksin COVID-19 lansiran AstraZeneca.
"Mempertimbangkan situasi saat ini di Denmark, apa yang saat ini hilang dalam upaya kami untuk mencegah penyakit parah dari COVID-19 tidak dapat lebih besar daripada risiko menyebabkan kemungkinan efek samping dalam bentuk pembekuan darah yang parah pada mereka yang kami vaksinasi," ungkap pernyataan tersebut.
"Keputusan ini secara signifikan akan memengaruhi peluncuran vaksinasi untuk orang berusia antara 20 dan 39 tahun, yang akan ditunda hingga empat minggu. Kelompok sasaran yang tersisa akan mengalami penundaan sekitar satu minggu, karena kami akan mendapatkan vaksin lain dalam jumlah besar," sambung pernyataan tersebut.
Lebih dari 1,3 juta penduduk menerima satu dosis vaksin
Merujuk Our World in Data, lebih dari 1,3 juta dari 5,8 juta penduduk Denmark, telah menerima sedikitnya satu dosis vaksin COVID-19 hingga 1 Mei 2021.
Untuk diketahui, vaksin Johnson & Johnson, juga dikenal sebagai Janssen, memeroleh persetujuan dari European Medicine Agency (EMA), untuk menjadi vaksin COVID-19 keempat yang bisa digunakan di kawasan Uni Eropa. Sebelumnya, EMA telah menyetujui vaksin COVD-19 lansiran Pfizer/BioNTech, AstraZeneca/Oxford University dan Moderna.
Namun, Johnson & Johnson menunda pengiriman vaksinnya ke Uni Eropa, setelah muncul laporan pembekuan darah yang serius di Amerika Serikat. Di mana ada lebi dari 6,8 juta orang yang telah menerima setidaknya satu suntikan.
EMA meluncurkan tinjauan bulan lalu. Hasilnya, EMA berpendapat manfaat vaksin dalam mencegah COVID-19 lebih besar, dibanding dengan risiko efek samping.
Sebelum Johnson & Johnson, kasus pembekuan darah juga membuat vaksin COVID-19 AstraZeneca dicoret dari sejumlah negara, termasuk Denmark dan Norwegia. Sementara, sejumlah negara lainnya memutuskan untuk menggunakan vaksin tersebut untuk kelompok usia yang lebih tua.
Artikel ini telah tayang sebelumnya di VOI.id, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!