MUI Akui Anggotanya Berjumpa Presiden Israel Reuven Rivlin dalam Memori Hari Ini, 20 Januari 2017
Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI, Istibsyaroh (duduk kiri) bersama delegasi Muslim Indonesia bertemu Presiden Israel, Reuven Rivlin (duduk kanan), Rabu 18 Januari 2017. (GPO/Mark Neiman)

Bagikan:

JAKARTA – Memori hari ini, tujuh tahun yang lalu, 20 Januari 2017, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengakui anggota Komisi Pemberdayaan Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI, Istibsyaroh berjumpa dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin. Fakta itu kian menghebohkan seisi Nusantara.

Sebelumnya, sikap Indonesia terhadap konflik Israel-Palestina tak pernah berubah. Indonesia selalu berpihak kepada Palestina. Semua itu karena Indonesia pernah merasakan pedihnya penjajahan. Suatu kepedihan yang dirasakan rakyat Palestina.

Penjajahan Belanda kemudian Jepang membawa luka yang mendalam bagi rakyat Indonesia. Kondisi itulah yang membuat rakyat Indonesia berjuang melepas belenggu penjajahan. Sebab, tiada yang menyenangkan kala hidup sebagai bangsa terjajah.

Kondisi itu diamini oleh pendiri bangsa Soekarno. Ia mengumandangkan bahwa penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Pandangannya bukan pepesan kosong belaka. Tindak tanduk Bung Karno dibuktikan langsung dengan keberaniannya membawa Indonesia berpihak kepada Palestina.

Bung Karno mengecam Israel yang mencaplok tanah Palestina. Sebagai dukungan terhadap Palestina, Bung Karno kerap andil bagian dalam melarang Israel hadir di ragam hajatan internasional di Indonesia. Antara lain Konferensi Asia Afrika 1955 hingga Asian Games 1962.

Ketua Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga Majelis Ulama Indonesia (MUI), Istibsyaroh. (www.istibyaroh.com)

Sikap Bung Karno kemudian dilanjutkan pemimpin bangsa lainnya. Soeharto sendiri mendukung penuh kemerdekaan Palestina yang kemudian terwujud pada 15 November 1988. Namun, sikap itu sempat tak ingin dilanjutkan kala pemimpin bangsa beralih kepada Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

Gus Dur merasa Indonesia dan Israel harus segera menormalisasi hubungan. Kondisi itu supaya Indonesia dapat berperan aktif mendamaikan Israel-Palestina jika hubungan diplomatik dibuka. Keinginan Gus Dur pun mendapatkan kecaman dari banyak pihak. Upaya membuka hubungan diplomatik dianggap sama saja dengan mengakui Israel sebagai negara.

“Contoh lain pernyataan Gus Dur yang kontroversial adalah perlunya membuka hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Israel. Gus Dur mengaku sebagai anggota Yayasan Shimon Peres, mengambil nama seorang tokoh politik dan mantan Perdana Menteri Israel. Pernyataan-pernyataannya semacam ini membuat masyarakat Islam umumnya marah besar.”

“Bahkan, seorang seperti Soeharto pun dengan terang-terangan menunjukkan pembelaannya terhadap perjuangan rakyat Palestina yang tanahnya dikuasai Israel; bahkan Pak Harto mendukung Palestina menjadi sebuah negara yang merdeka. Tetapi banyak pendukung Presiden Gus Dur yang justru berpendapat, bahwa penyataannya itu menunjukkan sikap negarawan, demokrat, dan mendukung HAM,” ungkap Sri Bintang Pamungkas dalam buku Ganti Rezim Ganti Sistim: Pergulatan Menguasai Nusantara (2014).

Pemimpin bangsa sesudah Gus Dur pun kembali kepada sikap Bung Karno. Mereka tetap berpihak kepada Palestina. Namun, kondisi itu sempat diciderai oleh isu adanya anggota MUI, Istibsyaroh yang diam-diam bertemu dengan Presiden Israel, Reuven Rivlin pada awal Januari 2017.

Kunjungan itu dimuat dalam laman resmi Kementerian Luar Negeri Israel. Istibsyaroh dianggap bagian dari delegasi Indonesia yang berjumpa Presiden Israel. Kondisi itu membuat segenap rakyat Indonesia mengecam tindakan anggota MUI itu.

MUI pun tak mau kehilangan muka. Mereka lewat Wakil Sekjen MUI, Nadjamuddin Ramli mengakui jika anggotanya berjumpa dengan Presiden Israel pada 20 Januari 2017. MUI pun berjanji akan menindak tegas anggotanya.

MUI sebenarnya tak masalah jika anggotanya mengunjungi Israel dengan tujuan berziarah ke Masjidil Aqsa. Namun, tidak dengan agenda politik lainnya.

"(Istibyaroh) beliau belum jadi ketua, masih anggota. Masih diusulkan jadi ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan MUI. Ia lalu dipertemukan dengan Presiden Israel kala kunjungan ke Israel oleh suatu yayasan. Kalau itu memang kesalahan politik atau etika, MUI bisa menyiapkan sidangnya. Kami bisa berhentikan dari anggota komisi," terang Ramli sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 20 Januari 2017.

Terkait