Makassar—Selama pandemi, anak selalu diposisikan untuk tetap di rumah saja. Kebutuhan anak untuk bermain bebas di luar, bergerak bebas, dan bersosialisasi tidak terpenuhi. Hal ini dapat membuat kesehatan mental anak menjadi terganggu.
Psikolog anak dan remaja Vera Itabiliana Hadiwidjojo dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia mengimbau orang tua untuk tidak hanya berfokus pada kesehatan fisik anak, tetapi juga harus memperhatikan kesehatan mental anak di masa pandemi.
BACA JUGA:
"Pandemi ini banyak kebutuhan anak yang tidak bisa sepenuhnya dipenuhi seperti kebutuhan untuk bermain bebas di luar, bergerak bebas dan bersosialisasi," kata Vera dikutip dari ANTARA, Sabtu, 11 September.
Dia menjelaskan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan anak mendapatkan tekanan dan merasa tidak berdaya untuk mengubah keadaan. Apalagi jika tuntutan dari sekolah dan keluarga yang dirasa semakin berat.
"Keduanya sejajar dan pegang peranan sama penting bagi tumbuh kembang anak. Jika anak sakit fisik, kita segera bawa ke dokter. Semestinya begitu juga dengan ketika anak terlihat mulai terganggu mentalnya," ujar Vera.
Untuk mencegahnya, orang tua harus mampu membangun relasi dengan anak, sebab hal tersebut merupakan hal terpenting yang harus orang tua lakukan untuk menjaga kesehatan mental anak, seperti yang dinyatakan psikolog Annelia Sari Sani, S.Psi dari Klinik Psikologi RSAB Harapan kita dan Petak Pintar.
"Kalau masalah kesehatan mental itu nomor satu adalah relasi," kata Annelia.
Mengenal perkembangan anak
Annelia menjelaskan orang tua harus berusaha mengenal anaknya dan mengetahui bagaimana perkembangan emosi, perkembangan sosialnya, hingga kognitif anak.
"Orang tua tuh harus paham sampai mana perkembangan anaknya. Sudah matang atau belum," jelas Annelia.
Lebih lanjut Annelia menjelaskan, orang tua akan dapat menjaga kesehatan mental anak apabila mereka dapat membangun relasi yang baik. Namun, hal ini bukan hanya sekedar mengajak anak untuk berkomunikasi. Annelia mengatakan bahwa kualitas dari obrolan bersama anak pun perlu diperhatikan.
"Itu semua baru bisa terjadi kalau relasinya baik. Relasi disini yang bermakna bukan cuma 'oh anak saya setiap malam saya ajak ngobrol kok' ngobrolnya seperti apa? Ada kualitasnya atau tidak," tambah Annelia.
Dengan mengajak anak untuk berkomunikasi dan membangun relasi yang baik, orang tua pun akan dapat lebih memahami tentang mood anak. Sebab, Annelia menjelaskan akar masalah dari depresi adalah gangguan mood yang dialami oleh anak.
Namun, Annelia mengimbau orang tua agar tidak langsung mendiagnosis anak mengalami depresi. Untuk mendiagnosis anak mengalami depresi, perlu adanya konsultasi dengan ahli terlebih dulu. Selain itu, cara untuk dapat memberikan dukungan kepada anak yang memang mengalami depresi pun akan berbeda-beda.
"Ini nggak bisa kita generalisasi sebenernya. Case by case beda-beda bentuk dukungannya sebenarnya," ujar Annelia.
Psikolog Muthmainah Mufidah dari Universitas Indonesia menjelaskan bahwa mencintai anak apa adanya juga salah satu hal penting untuk menjaga kesehatan mental anak.
"Tugas kita sebagai orang tua kan mencintai anak apa adanya dan membimbingnya sehingga menjadi lebih baik. Jadi ketika anak sedang mengalami kesulitan, apapun kondisinya, tunjukkanlah bahwa kita memang benar-benar mencintainya dan mau menolongnya untuk merasa lebih baik," ujar Mufidah.
Namun, apabila orang tua belum memahami tentang masalah kesehatan mental, dia mengimbau agar orang tua tidak ragu untuk mencari bantuan profesional.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!