Makassar—Menghabiskan waktu di rumah pada liburan akhir pekan adalah kombinasi sempurna untuk mendengarkan musik. Sebab, sejumlah penelitian membuktikan bahwa manfaat mendengarkan musik tidak main-main.
Dilansir American Psychological Association (APA), Sabtu, 21 Agustus, studi pertama membuktikan bahwa beberapa musik, seperti lagu pengantar tidur, dapat menenangkan bayi prematur dan orang tuanya. Bahkan, dengan memperdengarkan musik bisa memperbaiki pola tidur dan makan pada bayi.
BACA JUGA:
Bagi orang tuanya, mendengarkan musik mampu mengurangi stres. Hal ini diteliti di Pusat Musik dan Kedokteran Louis Amstrong di Beth Israel Medical Center yang mencakup 272 bayi prematur yang lahir pada usia kehamilah 32 minggu.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan, suara yang paling efektif adalah nyanyian dari kedua orang tuanya. Namun, pada dasarnya komposisi nada dalam sebuah musik membuat bayi tetap tenang dan meningkatkan kualitas tidur.
Penulis utama dalam studi tersebut, Joanne Loewy, menjelaskan bahwa terapi musik menurunkan stres pada orang tua.
“Ada sesuatu tentang musik yang menggairahkan dan mengaktifkan tubuh,” kata Loewy. Leowy sendiri pernah meneliti tentang terapi musik dan sebagai psikolog yang menyelidiki penggunaan musik dalam pengobatan untuk membantu pasien mengatasi rasa sakit, depresi, dan penyakit Alzheimer.
“Musik memiliki banyak cara untuk meningkatkan kualitas hidup dan disamping itu dapat mendorong pemulihan,” tambah Leowy.
Tingkatkan kekebalan tubuh dan kurangi stres
Daniel J. Levitin, Ph.D., seorang psikolog yang mempelajari ilmu saraf musik di Universitas McGill, Montreal, menemukan bahwa musik meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh dan mengurangi stres.
Sebagai penulis This is Your Brain on Music, Levitin dan timnya menemukan bahwa mendengarkan dan bermain musik meningkatkan produksi antibodi immunoglobulin A dan sel penyerang virus serta meningkatkan efektivitas sistem kekebalan tubuh. Musik juga mengurangi tingkat kostisol, hormon stres.
“Ini adalah salah satu alasan mengapa musik dikaitkan dengan relaksasi,” kata Levitin.
Penelitian lain yang dilakukan oleh tim di University of Alberta menemukan bahwa pasien yang mendengarkan musik santai mendapati rasa sakit yang berkurang secara signifikan ketika infus dimasukkan.
“Ada bukti ilmiah yang berkembang menunjukkan bahwa otak merespon musik dengan cara yang sangat spesifik,” ungkap Lisa Hartling, Ph.D., profesor pediatri sebagai peneliti utama studi tersebut.
Di Singapura, peneliti dari Rumah Sakit Khoo Teck meneliti tentang parawatan paliatif dengan sesi terapi musik live. Perawatan paliatif adalah pelayanan kepada pasien yang penyakitnya sudah tidak berekasi terhadap pengobatan dan tidak dapat disembuhkan secara medis.
Terapi musik bekerja sama dengan pasien. Pasien ambil bagian dalam bernyanyi, bermain instrumen, diskusi lirik, bahkan menulis lagu.
Terapi tersebut memungkinkan pasien untuk berhubungan kembali dengan bagian sehat dari diri mereka sendiri, kata Melanie Kwan sebagai tim studi dan presiden Asosiasi Musik Terapi, Singapura. Gejala nyeri akut yang dialami pasien berkurang, mereka akhirnya bisa beristirahat.
Lee Bartel, Ph.D., profesor musik di Universitas Toronto mengeksplorasi apakah getaran suara pada musik yang diserap melalui tubuh dapat membantu meringankan gejala penyakit Parkinson, fibromyalgia, dan depresi.
Dalam studinya, getaran ritmis pada musik dapat membuat stabil disorientasi neurologis di daerah otak. Efeknya berpotensi dapat mengakses memori lebih besar. Dengan studinya, Bartel melihat potensi bagaimana otak dan tubuh bekerja sama dalam dimensi kognitif dan memori.
Artikel ini pernah tayang sebelumnya di VOI, Waktunya Merevolusi Pemberitaan!