Bagikan:

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru saja merilis hasil intensifikasi pengawasan kosmetik di awal tahun 2025. Hasilnya mencengangkan, dengan total temuan mencapai Rp31,7 miliar, meningkat lebih dari 10 kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai Rp2,8 miliar.

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan bahwa lonjakan ini disebabkan oleh pergeseran perilaku konsumen yang semakin mengandalkan pembelian kosmetik secara daring berdasarkan ulasan dari para influencer. Kondisi ini dimanfaatkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab untuk menjajakan produk kosmetik ilegal atau yang mengandung bahan berbahaya.

Tidak hanya produk tanpa izin edar, kosmetik ilegal yang beredar saat ini juga mencakup skincare dengan etiket biru serta injeksi kecantikan yang seharusnya hanya bisa diperoleh dengan resep dokter.

Sayangnya, produk-produk ini kini marak dijual di platform e-commerce. Dari hasil pengawasan BPOM, ditemukan bahwa kosmetik ilegal yang beredar didominasi oleh produk impor, mencapai 60%, serta produk kontrak produksi yang didistribusikan melalui media daring.

Dalam rentang waktu 10—18 Februari 2025, BPOM mengidentifikasi sebanyak 91 merek kosmetik ilegal dengan total 4.334 item dan 205.133 pieces produk yang mengandung bahan berbahaya, tidak memiliki izin edar, atau sudah kedaluwarsa. BPOM menemukan sebanyak 91 merek kosmetik ilegal.

“Hasil pengawasan 10—18 Februari 2025 di seluruh Indonesia, BPOM menemukan pelanggaran dan dugaan produksi distribusi kosmetik ilegal sebanyak 91 merek. Ada 4.334 item dengan 205.133 pieces kosmetik mengandung bahan dilarang, termasuk skincareetiket biru tidak sesuai ketentuan, tanpa izin edar, cara penggunaan yang tidak sesuai dengan definisi kosmetik, dan produk kedaluwarsa,” jelas Taruna Ikrar dalam keterangannya pada Konferensi Pers Hasil Intensifikasi Pengawasan Kosmetik 2025 di Kantor BPOM, dikutip dari laman BPOM.

Taruna Ikrar juga mengungkap modus baru yang digunakan oleh pelaku mengenai pemalsuan nomor izin edar. Ada dua modus utama yang ditemukan.

“Pertama, dia palsukan nomor izin edar lain, kemudian dia produksi dan edarkan. Ini pelanggaran dan kita akan lanjut ke pro-justitia. Kedua, menempatkan nomor izin edar di etiket biru, padahal tidak pakai nomor izin edar. Ini bagian untuk mengelabui konsumen dan akan kita tindak serius,” tegasnya.

Atas temuan ini, BPOM menegaskan akan membawa kasus tersebut ke ranah hukum dan mengambil langkah tegas terhadap para pelaku.

"Sesuai janji, BPOM akan bekerja optimal dan kita lakukan. Ini bukti (terhadap) tuntutan masyarakat agar BPOM bekerja, maka kami bekerja dengan memperhatikan apa yang terjadi di media sosial dan kami tindak, seperti hari ini,” lanjut Taruna Ikrar.

Meskipun menghadapi keterbatasan anggaran, BPOM tetap berkomitmen untuk terus mengawasi peredaran kosmetik demi melindungi masyarakat. Taruna Ikrar menegaskan bahwa BPOM tidak hanya merespons keluhan masyarakat tetapi juga secara proaktif memantau tren di media sosial untuk mengidentifikasi potensi pelanggaran.

Dari total 709 sarana yang diperiksa dalam pengawasan ini, sebanyak 340 sarana (48%) ditemukan tidak memenuhi ketentuan. Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh distributor (40%), disusul oleh klinik kecantikan (25,59%), reseller (18,24%), Badan Usaha Pemilik Notifikasi Kosmetik (BUPN) (5%), industri (4,71%), pemilik merek (3,53%), dan importir (2,94%). BPOM memastikan bahwa pengawasan dilakukan menyeluruh, dari hulu hingga hilir, untuk memberantas produk kosmetik ilegal.

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Muhammad Mufti Mubarok, menyambut baik langkah BPOM dalam memperketat pengawasan sebagai wujud nyata perlindungan negara terhadap konsumen. Ia menyoroti pentingnya edukasi bagi masyarakat, mengingat masih banyak konsumen yang lebih mengutamakan hasil instan tanpa memperhatikan keamanan produk.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, Moga Simatupang, juga menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam. Ia menekankan bahwa pengawasan niaga akan semakin diperketat dengan kerja sama lintas sektor untuk memberantas praktik usaha yang tidak jujur.

Sebagai langkah pencegahan, BPOM mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas dengan menerapkan prinsip Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli produk kosmetik. BPOM juga mendorong masyarakat untuk melaporkan temuan produk ilegal melalui kanal pengaduan resmi BPOM atau Kepolisian RI agar dapat segera ditindaklanjuti.

Dengan langkah-langkah tegas ini, diharapkan peredaran kosmetik ilegal dapat ditekan, dan masyarakat semakin sadar akan pentingnya memilih produk kosmetik yang aman dan berizin.

"Laporkan kepada BPOM, unit pelaksana teknis (UPT) BPOM seluruh Indonesia, Kepolisian RI, serta melalui seluruh kanal layanan pengaduan BPOM. Semua kita sudah buka seluas-luasnya dan akan kita tindak lanjuti segera." tutup Taruna Ikrar.