Bagikan:

JAKARTA - Jadwal buang air besar (BAB) ternyata berkaitan dengan kondisi kesehatan tubuh. Hal tersebut terungkap melalui studi terbaru yang dipublikasikan Cell Reports Medicine, yang mengungkap jadwal BAB dapat memengaruhi fisiologis dan kesehatan jangka panjang.

Frekuensi BAB yang ideal adalah sekali atau dua kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang tidak teratur sering dianggap hanya gangguan biasa, padahal bisa jadi tidak demikian.

“Saya berharap penelitian ini akan sedikit membuka pikiran para dokter tentang potensi risiko dari tidak teraturnya frekuensi buang air besar,” kata penulis studi, Sean Gibbons dari Institute for System Biology, dikutip dari Science Alert, pada Selasa, 25 Maret 2025.

Pada penilitian tersebut dikumpulkan data klinis, gaya hidup, dan biologis, yang termasuk kimia darah, mikrobioma usus, genetia, dan lainnya. Data itu dikumpulkan dari 1.400 relawan dewasa yang sehat, tanpa adanya tanda penyakit aktif.

Frekuensi buang air besar dilaporkan oleh peserta dikategorikan dalam empat kelompok. Pertama, sembelit yang ditandai dengan satu atau dua kali buang air besar per minggu.

Kedua normal-rendah, yang ditandai dengan tiga hingga enam kali buang air besar per minggu. Ketiga normal-tinggi, yang ditandai dengan satu hingga tiga kali bung air besar perh hari, hingga terakhir kondisi diare.

“Apa yang kami temukan adalah bahkan pada orang sehat yang mengalami sembelit, ada peningkatan racun dalam aliran darah,” kata Gibbons, yang mencatat bahwa racun yang dimaksud sangat membebani ginjal.

Jika seseorang BAB tidak dengan frekuensi normal, terdapat berbagai risiko kesehatan yang bisa terjadi. Ini karena feses bertahan terlalu lama di dalam usus.

Feses yang bertahan lama bisa membuat mikroba di dalamnya menghabiskan serat yang tersedia. Lemak yang harusnya difermentasi menjadi asam lemak rantai pendek yang bermanfaat, akhirnya diganti jadi fermentasi protein yang menghasilkan racun seperti p-kresol sulfat dan indoksil sulfat.

Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga pola makan agar frekuensi BAB normal dan tidak terjadi masalah pencernaan. Gibbons menyarankan untuk memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung serat.

“Makan lebih banyak buah dan sayuran, itulah sinyal terbesar yang kami lihat,” tuturnya.

Selain itu, disarankan juga untuk tetap menjaga hidrasi dengan minum banyak air, melakukan aktivitas fisik secara teratur, dan mengonsumsi lebih banyak makanan berbasis tumbuhan sangat penting dilakukan.