Dolar AS Menguat, Sri Mulyani Sebut Dampak ke Rupiah Lebih Baik dari Negara Lain
Dolar AS (Foto: dok unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pelemahan nilai tukar rupiah yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ternyata merupakan dampak dari situasi ekonomi dan politik di Amerika Serikat (AS) dan dialami oleh banyak mata uang negara lain.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pelemahan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS bukan hanya dialami oleh rupiah tetapi juga di alami mata uang negara lainnya. Bahkan, pelemahan yang dialami mata uang negara lain terhadap dolar AS, lebih buruk dibandingkan pelemahan rupiah.

"Penguatan dolar AS secara signifikan mendorong pelemahan berbagai mata uang negara lain, termasuk nilai tukar Rupiah. Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 27 Oktober 2023 berada di level 106,56 atau menguat 2,93 persen ytd," Ucapnya dalam konferensi pers, Jumat 3 November.

Sri Mulyani menyampaikan peningkatan Indeks DXY memberikan tekanan depresiasi terhadap mata uang utama, seperti Yen Jepang dan Dolar Australia yang melemah masing-masing 12,61 persen dan 6,72 persen ytd, serta depresiasi mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia dan Baht Thailand masing-masing 7,82 persen dan 4,39 persen secara ytd.

Sementara, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh BI, depresiasi nilai tukar Rupiah relatif lebih baik, yakni 2,34 persen secara ytd.

Ke depan, Sri Mulyani menyampaikan langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah terus akan diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung upaya pengendalian imported inflation.

Selain itu, upaya-upaya lainnya juga terus diperkuat untuk meningkatkan mekanisme pasar dalam manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.

Sri Mulyani menambahkan serta meningkatkan dan memperluas koordinasi dalam rangka implementasi instrumen penempatan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.

"Penguatan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan juga akan terus dilakukan untuk memperkuat efektivitas bauran kebijakan makro baik dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan maupun untuk mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi," Pungkasnya.