Sidang Gugatan terhadap Bos Gudang Garam Masuk Tahap Mediasi, OCBC NISP Buka Peluang Damai
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Sidang gugatan perdata Bank OCBC NISP terhadap bos Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo mulai memasuki tahap mediasi pertama.

Adapun sidang ini terkait perkara kredit macet senilai Rp232 miliar.

Kuasa Hukum OCBC NISP, Hasbi Setiawan mengatakan, pihaknya melalui tahap mediasi ini membuka peluang damai apabila para tergugat mengajukan tawaran-tawaran perdamaian secara tertulis.

“Pada tahap mediasi pertama ini, kami dari Bank OCBC NISP membuka ruang negosiasi atau ruang damai bagi para tergugat, khususnya Susilo Wonowidjojo sebagai tergugat utama untuk mengajukan penawaran perdamaian atas kredit macet PT Hair Star Indonesia (HSI)," ujar Hasbi dalam keterangan kepada media, Rabu, 29 Maret.

Pada tahap ini, kata dia, kedua belah pihak bisa membicarakan itikad baik dari Susilo Wonowidjojo untuk berdamai sehingga perkara ini bisa segera diselesaikan.

Dalam mediasi pertama yang dipimpin Mediator, R.A. Didi Ismiatun, Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo, pihak tergugat utama Susilo Wonowidjojo tidak hadir dan hanya diwakili oleh kuasa hukumnya, begitu juga dengan pihak tergugat lainnya.

Dengan demikian, mediator Didi Ismiatun memutuskan untuk menunda mediasi hingga pekan depan, Rabu, 5 April 2023, dengan agenda memberikan resume perdamaiannya dari pihak penggugat dan para tergugat.

“Kepada pihak penggugat diminta menyusun resume yang menceritakan duduk perkara sekilas dan usulan damainya. Dari tergugat juga harus menyiapkan resume usulannya.

Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Mediasi, Mediator meminta agar para tergugat langsung menghadirkan prinsipalnya meskipun hanya sekali, bukan hanya diwakili kuasa hukum. Karena para tergugat belum bisa menghadirkan prinsipalnya, maka mediasi akan dilanjutkan pada Rabu, 5 April 2023,” kata Mediator Didi Ismiatun.

Dalam gugatan perdatanya, Bank OCBC NISP meminta majelis hakim untuk menghukum para tergugat yang menyebabkan kredit macet dengan harta kekayaan pribadinya berupa kerugian materiil sebesar 16,50 juta dolar AS atau Rp232 miliar dan immateriil senilai Rp1 triliun.

Adapun pihak-pihak yang digugat oleh Bank OCBC NISP yakni: Susilo Wonowidjojo (tergugat 1), PT. Hari Mahardika Utama (HMU) (tergugat 2), PT Surya Multi Flora (tergugat 3), Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4), Dra Linda Nitisantoso (tergugat 5), Lianawati Setyo (tergugat 6), Norman Sartono M.A (tergugat 7), Heroik Jakub (tergugat 8), Tjandra Hartono (tergugat 9), Daniel Widjaja (tergugat 10) dan Sundoro Niti Santoso (tergugat 11) serta PT. HSI (turut tergugat 1) serta Ida Mustika S.H (turut tergugat 2).

Asal tahu saja, Susilo Wonowidjojo, salah satu orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes itu, merupakan pemegang saham pengendali PT HSI melalui PT Hari Mahardika utama (HMU) sebelum PT HSI dipailitkan secara kontroversial pada September 2021.

PT HSI, produsen rambut palsu atau wig asal Sidoarjo memiliki kredit macet di Bank OCBC NISP senilai Rp 232 miliar.

Hasbi menambahkan, Susilo sebagai tergugat 1 harus bertanggung jawab atas kerugian yang dialami Bank OCBC NISP karena adanya pengalihan saham PT HMU kepada Hadi Kristanto Niti Santoso (tergugat 4) tanpa adanya persetujuan dari Bank OCBC NISP.

Keberadaan Susilo sebagai pemilik HMU yang juga mengendalikan HSI merupakan salah satu pertimbangan bank ketika memberikan kredit pada tahun 2016, dan terus melakukan perpanjangan sampai tahun 2021.

"Dalam perjanjian kredit juga tegas disebutkan bahwa setiap perubahan yang terjadi pada debitur (HSI), termasuk kepemilikan saham, harus mendapatkan persetujuan kreditur. Tapi semua kesepakatan itu dilanggar, bahkan HMU melepas sahamnya di HSI hanya sebulan sebelum PKPU," kata Hasbi.

Kasus kredit macet PT HSI, lanjutnya, perusahaan yang sahamnya pernah dimiliki oleh Konglomerat Susilo Wonowidjojo melalui PT HMU ternyata melibatkan banyak Bank nasional. Berdasarkan salinan putusan Pengadilan Niaga Surabaya No.57/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Sby tertanggal 27 September 2021, tercatat ada 7 bank yang menjadi korban yaitu Bank BTPN, Bank CTBC, Bank DBS Indonesia, Bank ICBC Indonesia, Bank Mega, Bank OCBC NISP, dan Bank Permata. Adapun total kredit macet di 7 bank ini sekitar Rp 1 triliun.

Sementara itu, Kuasa Hukum PT HMU, Agus Sujatmoko mengatakan, upaya yang dilakukan pihak penggugat dengan melibatkan Susilo Wonowidjojo dalam kasus kredit macet PT HSI kurang tepat, mengingat Susilo tidak bertindak sebagai komisaris.

Meski demikian, Agus membenarkan, Susilo Wonowidjojo adalah pemegang 50 persen saham HSI melalui PT HMU.

PT HMU merupakan perusahaan yang dimiliki Susilo Wonowidjojo.

“Pak Susilo tidak tahu menahu soal kepailitan PT HSI, soal pengalihan saham juga tidak butuh persetujuan pemegang saham. Soal kredit dengan Bank OCBC NISP tidak tahu menahu,” kata Agus.

Menanggapi hal tersebut, Hasbi mengatakan sah-sah saja pihak tergugat membantah bahwa Susilo Wonowidjojo tidak terlibat dalam kredit macet ini.

“Kita ikuti proses hukum ini, nanti pengadilan yang menilai dan menentukan kebenarannya,” pungkas Hasbi.