Beras Jadi Penyebab Inflasi, Badan Pangan Minta Bulog Tingkatkan Stok CBP untuk Stabilisasi Harga
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) sedang membidik sejumlah daerah dengan produksi beras yang cukup, guna meningkatkan stok cadangan beras pemerintah (CBP).

Adapun langkah ini dilakukan sebagai salah satu upaya pengendalian inflasi, mengingat besarnya kontribusi beras terhadap tingkat inflasi.

Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan, sampai saat ini komoditas pangan yang paling berkontribusi dalam peningkatan inflasi adalah beras.

"Komoditas beras menjadi kontributor tertinggi terhadap inflasi pangan nasional, hal tersebut perlu menjadi perhatian bersama Pemerintah Pusat dan Daerah karena tren peningkatan harga beras telah terjadi sejak bulan Juli 2022," ujarnya, di Jakarta, Selasa, 25 Oktober.

Kata Arief, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemenko Perekonomian sampai dengan minggu ke-3 Oktober 2022, komoditas beras berkontribusi sebesar 4 persen terhadap inflasi nasional.

Untuk itu, Badan Pangan terus mendorong peningkatan CBP melalui aksi penyerapan beras oleh Perum Bulog di sentra-sentra produsen beras. Salah satu, provinsi yang menjadi fokus utama penyerapan adalah Sulawesi Selatan (Sulsel).

Arief menjelaskan, Sulsel menjadi salah satu provinsi di Indonesia dengan produksi beras tertinggi secara nasional.

Potensi panen Sulsel pada bulan Oktober 2022 sebesar 264.000 ton dan bulan November 2022 sebesar 183.000 ton.

"Sulsel berpotensi sebagai pusat serapan untuk meningkatkan CBP BULOG yang ditargetkan sebesar 1,2 juta ton sampai dengan Desember 2022," ujarnya.

Menurut Arief, penting untuk memastikan ketersediaan CBP yang memadai, mengingat itu dapat menjadi salah satu instrument pengendalian harga beras sehingga diharapkan komoditas tersebut tidak lagi membebani angka inflasi.

"CBP dapat dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) atau operasi pasar untuk menurunkan inflasi, antisipasi tanggap darurat, serta alokasi untuk kebutuhan mendesak lainnya," ungkapnya.

Untuk itu, Arief mengapresiasi provinsi-provinsi yang menjadi sentra produksi beras. Selain Sulsel, sejumlah provinsi juga memiliki potensi panen yang tinggi sampai dengan November tahun ini, seperti Jawa Barat memiliki potensi panen beras 398.000 ton, Jawa Tengah 335.000 ton, dan Jawa Timur 366.000 ton.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, upaya menjaga stabilitas harga beras untuk menekan inflasi juga harus didukung kolaborasi antar Pemerintah Daerah dengan pelaku usaha.

Ia mencontohkan, kolaborasi stabilisasi harga beras di DKI Jakarta yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan BUMD pangan Food Station dan Pasar Induk Beras.

"Penting bagi daerah produsen beras untuk memastikan offtake hasil panen oleh pelaku usaha setempat agar stok daerah memadai sehingga bisa dilakukan intervensi apabila harga naik. Maka dari itu, saya menyarankan masing-masing provinsi memiliki BUMD yang bergerak di sektor pangan, apabila belum memiliki bisa mengoptimalkan peran Bulog," ujarnya.

Selain kolaborasi pemerintah daerah dengan pelaku usaha, stabilitas harga beras juga perlu didukung kerja sama antarpemerintah daerah.

Ia mengimbau, masing-masing daerah memiliki political will untuk mendistribusikan kelebihan stok pangannya ke daerah lain untuk turut menurunkan disparitas harga.

"Badan Pangan telah melakukannya di bulan ini, bekerja sama dengan Kemenhub, Kemendag, dan Provinsi Jawa Barat dengan mengirimkan 200 ton beras ke Aceh dari Pelabuhan Patimban, Subang, melalui Tol Laut," terangnya.

Kolaborasi dalam rangka menurunkan inflasi sejalan dengan arahan Presiden RI Joko Widodo, yang mengatakan penanganan inflasi harus dilakukan bersama-sama antar pusat dan daerah.

Adapun berdasarkan data BPS dan Kemenko Perekonomian yang diolah Badan Pangan, pada September 2022, beras berkontribusi 4 persen terhadap inflasi, sedangkan komoditas pangan lainnya berkontribusi 1 persen sampai -6 persen.

Arief mengimbau, masyarakat untuk mendiversifikasi makanan pokok dengan mengonsumsi sumber karbohidrat lainnya sebagai pengganti beras. Tujuannya agar dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras.

"Mengonsumsi pangan beragam dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras, sehingga mengurangi tingginya permintaan terhadap komidtas tersebut," katanya.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, ke depan Kemendagri bersama kementerian dan lembaga terkait akan melakukan monitoring mingguan tentang inflasi di daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Tito juga meminta agar daerah berperan aktif melakukan berbagai aksi pengendalian inflasi melalui pemantauan perkembangan komoditas dan melakukan intervensi yang dibutuhkan.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono menggarisbawahi dua hal yang penting dilakukan untuk menurunkan inflasi.

Pertama yaitu menstabilkan harga dan mengurangi disparitas harga antarwilayah akibat ketidakmerataan pasokan, gap sentra produksi, dan terhambatnya distribusi.