Minyak Goreng Langka, Anggota Komisi VI: Rantai Pasok dari Hulu Sampai Hilir Bermasalah
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menyoroti masalah kelangkaan minyak goreng yang belum terselesaikan hingga saat ini. Seperti diketahui, minyak goreng mulai langka di pasaran setelah pemerintah menetapkan kebijakan satu harga Rp14.000.

Deddy menilai bahwa kelangkaan minyak goreng yang terjadi di dalam negeri disebabkan rantai pasok yang rusak. Menurut dia, rantai pasok mulai dari pabrik hingga pedagang sudah tidak saling tersambung.

"Saya justru melihat bahwa industri ini rusak parah, rantai pasoknya dari hulu hingga hilirnya sudah bermasalah. Rantai pasok itu mulai dari pekebun sawit, produsen CPO, pabrik minyak goreng, distributor, agen, hingga pedagang, sudah tidak saling nyambung," kata Deddy, melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Maret.

"Semua pihak dirugikan. Jadi tidak hanya rakyat yang kesulitan mendapatkan barang, tetapi harganya pun sangat mahal. Sebab produsen CPO juga mengeluh," sambungnya.

Deddy mengaku mendapatkan laporan dari produsen CPO yang mengeluh karena tidak ada jaminan mereka bisa melakukan ekspor. Padahal, mereka mengaku sudah memenuhi persyaratan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng.

"Di sisi produsen minyak goreng, mayoritas merasa masih kesulitan mendapatkan bahan baku," ucapnya.

Padahal, lanjut Deddy, jika dilihat struktur industrinya, dari sekitar 400 pabrik minyak goreng yang ada, hampir 51 persen dari total produksi dikuasai oleh hanya 4-5 perusahaan. Artinya, sebenarnya mudah sekali untuk mengetahui sebaran hasil produksi minyak goreng dari pabrik-pabrik itu.

"Saya menerima keluhan dari banyak pengusaha sawit, baik domestik maupun PMA. Mereka bingung dengan berbagai ketidakjelasan aturan yang ada, dan ini sangat merugikan mereka," jelasnya.

Kemendag harus selesaikan permasalahan minyak goreng

Saat ini kelangkaan minyak goreng masih terus berlanjut di berbagai daerah, termasuk di Jakarta. Sementara harga di pasaran, masih jauh dari Harge Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan.

Kementerian Perdagangan telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng mulai 1 Februari 2022 yakni harga minyak goreng curah sebesar Rp11.500 per liter, harga minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500 per liter, dan harga minyak goreng kemasan premium Rp14.000 per liter.

"Saya belum melihat penyelesaian yang komprehensif terhadap permasalahan ini, sepertinya jalan di tempat," tuturnya.

Karena itu, Deddy berharap agar Kementerian Perdagangan memberikan kepastian solusi terhadap permasalahan ini. Kemendag tidak boleh bermain aman. Terkuncinya ekspor CPO itu tidak hanya merugikan pengusaha sawit, tetapi juga merugikan penerimaan negara. Kelangkaan minyak goreng juga merugikan pedagang dan pelaku ekonomi, baik yang besar, menengah maupun yang kecil.

"Saya meminta Kemendag dan Menteri Perdagangan buka-bukaan, apa masalahnya hingga hampir tiga bulan lebih kelangkaan minyak goreng masih terus terjadi. Seberapa efektif kebijakan DMP, DPO, HET dan pelarangan ekspor dalam memulihkan struktur produksi dan perdagangan komoditas ini?," ujarnya.

"Apakah benar-benar tidak ada cara yang efektif dan sistemik untuk mengurangi benang kusut yang ada? Sampai kapan masalah ini akan teratasi, ini harus dijawab oleh Kementerian Perdagangan," pungkas Deddy.