Dolar AS Melejit, Ibu Rumah Tangga Menjerit
Sejumlah warga mengantre untuk menukarkan uang di salah satu gerai penukaran uang asing di Jakarta, Rabu (17/4/2024) setelah nilai dolar AS melejit. (Antara/Sulthony Hasanuddin/wpa)

Bagikan:

JAKARTA – Konflik Iran dan Israel yang memanas selama hampir sebulan terakhir turut memengaruhi situasi ekonomi global, tak terkecuali Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah, dan ibu-ibu disebut paling merasakan imbasnya.

Iran meluncurkan ratusan pesawat nirawak atau drone penyerang menuju Israel pada Sabtu (13/4/2024) tengah malam. Islamic Republic of Iran News Network (IRINN) atau jaringan TV pemerintah Iran mengonfirmasi, ini adalah respons atas serangan udara Israel terhadap konsulat Iran di Damaskus awal April lalu.

Tak hanya menghancurkan gedung, serangan Israel kala itu juga menewaskan 13 orang termasuk jenderal penting di Garda Revolusi Iran (IRGC) Mohammad Reza Zahedi dan beberapa perwira lainnya.

Pendukung rezim di Iran merayakan serangan drone dan rudal ke Israel. (DW/Morteza Nikoubazl/NurPhoto/picture alliance)

Meningkatnya ketegangan geopolitik setelah Iran melancarkan serangan balasan ke Israel berdampak pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Salah satu dampak yang paling disorot imbas dari situasi geopolitik di Timur Tengah adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Per Rabu (24/4/2024), posisi rupiah berada di angka Rp16.150 per dolar AS.

Ketergantungan Impor

Melihat kurs rupiah yang tak kunjung membaik, dampaknya tak hanya dirasakan pelaku usaha, tapi juga kehidupan sehari-hari masyarakat, yaitu meroketnya harga kebutuhan pokok. Ibu rumah tangga menjadi salah satu sektor yang terdampak, karena pelemahan rupiah berpengaruh pada keputusan ekonomi mikro yang diambil oleh mereka dalam mengelola keuangan keluarga.

Hal ini diungkapkan Kepala Center of Digital Economy and Small and Micro Enterprises (SMEs) INDEF Eisha Maghfiruga. Dilihat dari sisi konsumen, adanya pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS yang meningkat pasti memberikan dampak terhadap biaya pengeluaran yang lebih besar terutama pada bahan pokok yang ketergantungan impor.

"Dalam komponen bahan-bahan pokok juga terdapat dari impor. Misalnya beras, tempe karena kacang kedelainya impor dan lain-lain. Untuk ibu-ibu pasti kalau harga di pasar naik kan teriak-teriak," kata Eisha, dalam acara Diskusi Publik Indef, Sabtu (20/4), dikutip Antara.

Para perajin tempe proses produksi di Dukuh Gilingan Lor Desa Urutsewu, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Rabu (15/11/2023). (Antara/Bambang Dwi Marwoto)

Dari sisi pengusaha UMKM, tekanan dolar AS juga berdampak pada kenaikan harga-harga input. Ini dikarenakan pelaku UMKM saat ini sebagian besar menjadi penjual ulang atau yang lebih populer disebut reseller, yang mengambil produknya dari barang luar negeri.

"Jadi depresiasi (rupiah) bisa memberikan dampak pada biaya produksi, sehingga nanti ujungnya harga produk akan meningkat kalau tidak bisa menahan biaya beban produksi," jelasnya.

Pentingnya Dana Darurat

Di tengah keluhan ibu-ibu yang sulit mengelola uang saat rupiah terus melemah, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Friderica Widyasari Dewi memberikan tips, utamanya bagi perempuan yang memiliki bisnis.

Menurut perempuan yang akrab disapa Kiki ini, ibu-ibu harus bisa memisahkan antara pengelolaan keuangan usaha dan keuangan keluarga. Karena menurutnya, banyak perempuan yang mengalokasikan uang dari bisnis untuk pengeluaran kebutuhan keluarga.

“Pengelolaan keuangan keluarga ada dana darurat, mungkin itu punya cash cushion (dana darurat) kalau ada kenaikan harga beras dan lain-lain. Biasanya kita ajarkan bisa 3-6 kali dari pengeluaran kita setiap bulan,” ujar Kiki usai acara Edukasi Keuangan bagi Perempuan UMKM di Aula Serba Guna Perpusnas Jakarta, Selasa (23/4).

Pentingnya memiliki dana darurat di tengah kondisi ekonomi seperti sekarang. (Unsplash/Sandy Millar)

Tapi Kiki menegaskan, alokasi dana darurat setiap keluarga tidak bisa disamakan. Dana darurat menurut dia tergantung dengan jumlah anak, kebutuhan setiap bulan, dan faktor lainnya. Ibu-ibu juga sebaiknya menyiapkan pos pengeluaran untuk biaya sekolah anak maupun kebutuhan umum seperti biaya listrik.

“Selain itu, ada berapa yang ditabungkan, berapa yang diinvestasikan. Untuk melawan inflasi, kita ajari untuk investasi,” tandasnya.