Guyonan Ivan Gunawan dan Saipul Jamil Soal Kekerasan Seksual adalah Sikap Nirempati, Tolol, dan Sangat Menjijikan
Saipul Jamil dan Ivan Gunawan dianggap tidak berempati terhadap korban kekerasan seksual menyusul video candaan mereka yang viral di media sosial. (Tangkapan layar X)

Bagikan:

JAKARTA – Ivan Gunawan dan Saipul Jamil membuat geram warganet karena menganggap enteng masalah kekerasan seksual. Pegiat anti kekerasan seksual menilai aksi yang dilakukan dua artis Indonesia ini menjijikan.

Belum lama ini beredar sebuah video acara halalbihalal yang diselenggarakan Ivan Gunawan bersama sejumlah orang. Dalam video itu terlihat Ivan Gunawan mengadakan kuis berhadiah THR berupa uang tunai.

Namun satu hal yang akhirnya bikin warganet murka ketika sang desainer memberikan sebuah pertanyaan, “Siapa artis yang pernah kasus pencabulan?”

Yang lebih miris, tidak hanya Igun – sapaan Ivan Gunawan – yang tertawa begitu melihat Saipul Jamil muncul, tapi juga orang-orang yang hadir di acara tersebut. Tertawa seolah-olah kasus kekerasan seksual adalah sebuah lelucon yang pantas dijadikan candaan.

Video tersebut kemudian ramai dibahas warganet dan hampir semuanya mencibir kelakuan Ivan Gunawan, Saipul Jamil, dan mereka yang ada di dalam video itu.

“Engga abis pikir kayak gini kok bisa2nya dijadiin jokes,” kata akun @peringkatdua.

Masyarakat Ikut Berkontribusi

Video halalbihalal Ivan Gunawan dan Saipul Jamil terlanjur beredar di media sosial dan sampai juga di tangan pemerhati isu perempuan serta pegiat anti kekerasan seksual Poppy Diharjo. Ia langsung menumpahkan kegeramannya di akun Instagram. Poppy merasa kehabisan kata-kata karena kasus pencabulan yang dilakukan Saipul Jamil delapan tahun lalu itu malah dijadikan bahan kuis oleh Ivan Gunawan.

“Nontonnya bikin berbagai macam rasa tuh muncul gitu ya. Kenapa? Karena buat saya sih yang paling berasa adalah menjijikan,” kata Poppy Dihardjo dalam video di akun Instagramnya @poppydihardjo.

“Karena ini lagi ngomongin soal kasus kekerasan seksual yang sudah pernah diadili. Sudah keluar putusannya. Orangnya dipenjara. Yang artinya sudah terbukti (bersalah) gitu ya,” tambahnya.

Dalam video unggahannya, Poppy tidak hanya menyebut Ivan dan Saipul sebagai selebriti minim empati atas korban pencabulan. Ia juga menyoroti respons orang-orang yang hadir di acara tersebut karena terlihat jelas ikut menertawakan candaan Ivan Gunawan.

Poppy menjelaskan, hal ini membuktikan bahwa masyarakat secara tidak sadar turut berkontribusi meremehkan masalah kekerasan seksual.

"Kok pada bisa sih heboh ketawa-ketawa dengar becandaan soal kekerasan seksual? Kok pada bisa sih orang yang sudah terbukti pelaku kekerasan seksual pada individu anak 'ditanggep' dengan gegap gempita?" kata Poppy.

"Ya, itulah Indonesia ya? Kadang masyarakat kita nggak sadar kalau kita berkontribusi menciptakan 'monster-monster' semacam mereka ini dengan terus kasih ruang untuk 'becandaan' tolol macam gini," tegasnya.

Glorifikasi Pembebasan Saipul Jamil

Keberadaan Saipul Jamil yang masih cukup eksis di dunia hiburan memang menimbulkan tanya. Ia resmi ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur berinisial DS pada Februari 2016. Ia mendapat hukuman tiga tahun penjara oleh PN Jakarta Utara. Vonis kasus pencabulannya juga diperberat Pengadilan Tinggi Jakarta menjadi lima tahun.

Ia kemudian mendapat tambahan hukuman tiga tahun penjara karena terbukti menyogok majelis hakim lewat pengacaranya. Dari total delapan tahun hukuman penjara, ia bebas pada 2 September 2021 setelah mendapat remisi 30 bulan.

Momen bebasnya artis kelahiran 31 Juli 1980 tersebut mendapat sorotan sejumlah kalangan. Saipul Jamil disambut meriah dengan mendapat kalungan bunga hingga menjadi bintang tamu di televisi.

Saipul Jamil mendapat sambutan seperti raja saat bebas dari penjara pada 2021 lalu. (Istimewa)

Glorifikasi kebebasan Saipul Jamil saat itu membuka fenomena bahwa perlu adanya sanksi tambahan berupa pembatasan gerak di ruang publik dalam waktu tertentu bagi eks pelaku kejahatan seksual.

Siri Aminah Tardi, Komisioner Komnas Perempuan, berpendapat pembatasan gerak di ruang publik bertujuan supaya mantan pelaku tidak mengakses ruang publik dan pekerjaan di mana bisa mengakses anak-anak.

Pembatasan itu dapat dilakukan salah satunya dengan melakukan pengawasan dan juga mengeluarkan pengumuman dalam situs yang dikelola oleh negara agar diketahui oleh pihak berkepentingan.

"Sehingga lembaga atau instansi yang akan merekrut dapat mengecek dan mengetahui latar belakang seseorang," kata Aminah.

Cancel Culture adalah Fenomena Urban

Sebagian masyarakat mungkin bertanya-tanya mengapa pelaku kekerasan seksual, atau kejahatan lainnya, masih diberi panggung di Indonesia. Berbeda dengan public figure di luar negeri yang mengalami penurunan karier pasca-tersandung masalah hukum.

Fenomena cancel culture atau aksi boikot kerap dilakukan masyakarat luar sebagai bentuk hukuman terhadap mereka pelaku kejahatan. Contohnya adalah warganet yang beramai-ramai meng-cancel produser Hollywood kawakan Harvey Weinstein setelah kasus pelecehan seksualnya terungkap.

Tapi hal ini tidak terjadi di Tanah Air, setidaknya itu yang dialami oleh Saipul Jamil. Jangankan di-cancel, momen pembebasannya pun malah mendapat sambutan meriah seperti pahlawan. Ia juga menjadi bintang tamu di televisi. Saat itu hanya segelintir yang secara terang-terangan menolak kehadiran mantan suami Dewi Perssik ini, satu di antaranya sutradara Angga Dwimas Sasongko yang memberhentikan semua pembicaraan kesepakatan distribusi film Nussa dan Keluarga Cemara dengan stasiun televisi yang terkait glorifikasi Saipul Jamil.

Ivan Gunawan dicibir warganet setelah videonya viral di media sosial. (Instagram/@ivangunawan)

“Menghadapi hadirnya Saiful Jamil di televisi dengan cara yang tidak menghormati korban, maka kami memberhentikan semua pembicaraan kesepakatan distribusi film Nussa & Keluarga Cemara dg stasiun TV terkait karena tidak berbagi nilai yang sama dengan karya kami yang ramah anak,” demikian pernyataan Angga melalui akun Twitter, yang sekarang bernama X.

Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, menyebut cancel culture di Indonesia sejauh ini masih merupakan fenomena urban, karena hanya melibatkan sekelompok kecil masyarakat dengan akses dan literasi digital yang baik.

“Fenomena urban, agak elitis. Ini kan persoalan divide digitalnya kan kita masih tinggi, Indonesia itu. Kota-kota besar di luar Jawa itu masih belum bisa difasilitasi dengan baik juga. Mungkin Jakarta atau kota-kota besar Jawa, sehingga kalau tren mungkin ya berkembang di kota-kota besar seperti itu," paparnya.