Jokowi Kumpulkan Koalisi dan Dorongan Amandemen UUD terkait Masa Jabatan Presiden
Pertemuan Presiden Jokowi dan para pimpinan parpol koalisi (Youtube Sekretariat Presiden)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengumpulkan para ketua umum partai politik koalisi di Istana Merdeka membahas sejumlah hal termasuk COVID-19. Meski dibantah elite koalisi, wacana amandemen UUD 1945 terkait pertemuan di Istana itu tetap jadi perbincangan.

Direktur eksekutif Indo Barometer M. Qodari, mengatakan, tak ada bahasan amandemen UUD 1945 bila merujuk pada video pernyataan ketum parpol di Istana. 

"Tetapi buat saya, bukan mustahil bahwa pertemuan kemarin merupakan konsolidasi politik, baik untuk agenda perbaikan kinerja pemerintah dan dukungan kepada pemerintahan kemudian menyambut anggota koalisi baru, yaitu PAN. Maupun juga rencana amandemen, karena kita tahu bahwa Gerindra sudah dekat berkoalisi untuk mengusung mengenai GBHN," ujar Qodari kepada VOI, Sabtu, 28 Agustus.

Penasihat Sekretariat Nasional Jokowi - Prabowo (Jokpro) 2024 ini menganalisa, pondasi menuju berbagai agenda politik itu semakin kuat dan solid dengan adanya pertemuan tersebut.

"Agendanya apa saya melihat itu seperti sesuatu yang dinamis. Jangan kan agenda, kebijakan saja masih bisa berubah. Jadi tidak bisa mengatakan sampai kesana, walaupun saya dalam kapasitas sebagai penasihat gerakan Jokpro 2024 tentu menyambut gembira apapun bentuk konsolidasi politik," jelas Qodari.

Qodari menyadari gagasan Jokpro atau Jokowi prabowo berpasangan di 2024 juga sebagai proses amandemen UUD yaitu dari masa jabatan 2 periode menjadi 3 periode.

"Nah, soal bagaimana pemilu diundur menjadi 2026 atau 2027, ya ini sendiri pasti membutuhkan amandemen juga. Karena masa jabatan presiden di UUD kan sudah ditetapkan 5 tahun, jadi kalau mau ada tambahan ya hemat saya harus ada amandemen juga," tuturnya.

"Jadi kalau bicara mengenai pemerintahan Jokowi atau Jokowi maju lagi, hemat saya melalui amandemen juga kalau misal diperpanjang," jelasnya.

Namun, Qodari cenderung tidak setuju apabila periode pemerintahan ini diperpanjang hingga 2026 atau 2027. Sebab kata dia, penambahan periode pemerintahan harus mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Dalam artian, harus jadi keputusan masyarakat.

"Dan putusan itu menurut saya harus diambil dalam bentuk sebagaimana kita tahu ya pemilu," katanya.

Menurut Qodari, Pemilu memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih pemimpinnya.

"Dan biarlah masyarakat menentukan apakah Jokowi dan siapa pun pasangannya nanti akan diberikan kesempatan atau tidak. Jadi keputusan Jokowi diperpanjang atau tidak itu nanti rakyat yang menentukan," kata Qodari.

Qodari mengatakan, proses penambahan periode masa jabatan presiden maupun perpanjangan waktu pemerintahan diputuskan oleh MPR melalui UUD.

"Jadi, memang keputusan melakukan perubahan menurut UUD adalah melalui amandemen MPR bukan referendum oleh masyarakat dan setelah peraturan mengenai 3 periode dirubah disahkan maka kemudian ya proses selanjutnya ya pemilu," tegasnya.

Sebagai penggagas Jokpro, Qodari ingin polarisasi di masyarakat diminimalisir dengan penyatuan Jokowi dan Prabowo di Pilpres 2024. Apalagi, kini koalisi semakin gemuk tentu akan mempermudah kemenangan Jokowi di pemilu mendatang.

"Saya sendiri karena Jokpro 2024 gagasannya adalah untuk menghilangkan atau meminimalisir polarisasi ekstrim dan skenario from voting to violence dari pemilu menuju kekerasan, maka yang dengan koalisi 8 pasangan Jokowi Prabowo akan dengan kotak kosong sehingga tensi politik akan sangat turun," ujar Qodari.