Pegawai Anggap Firli Bahuri dkk Tak Paham Pokok Laporan ke Ombudsman Soal TWK
Firli Bahuri/DOK ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) menilai pimpinannya tak paham pokok pelaporan mereka ke Ombudsman RI.

Hal ini disampaikan perwakilan dari 75 pegawai KPK, Hotman Tambunan menanggapi pernyataan sikap yang dibacakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 5 Agustus kemarin.

"Tampaknya pimpinan kurang memahami konteks pelayanan publik dalam pelaksanaan TWK ini. Pimpinan hanya berkutat di tugas dan kewenangan, padahal di balik tugas dan kewenangan itu selalu ada unsur pelayanan publik," kata Hotman dalam konferensi pers secara daring, Jumat, 6 Agustus.

Dia menegaskan, 75 pegawai yang dinyatakan tak lulus TWK adalah warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan publik.

Hotman mengatakan, definisi pelayanan publik dalam perundangan adalah kegiatan pemenuhan kebutuhan sesuai peraturan perundang-undangan bagi tiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sehingga, pekerjaan pun masuk ke dalam definisi itu.

Lagipula, dalam pelaksanaan TWK, pelayanan publik banyak terlibat di dalamnya seperti harmonisasi perundang oleh Kementerian Hukum dan HAM hingga pelaksanaannya yang dijalankan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"Berdasarkan uraian di atas maka pegawai KPK yang 75 punya hak dan kedudukan hukum untuk melapor ke Ombudsman atas maladministrasi dalam layanan publik dalam TWK ini," tegas Hotman.

Hotman Tambunan

Dia mengatakan pelaporan pegawai ke Ombudsman RI jelas berkaitan pada eanah pelayanan publik bukan sebatas tindakan sempit seperti rotasi, mutasi, maupun urusan internal kepegawaian KPK lainnya. Hotman menegaskan, para pegawai melaporkan rangkaian proses TWK yang diduga terjadi maladministrasi.

"Dan scope penyelidikan maladministrasi Ombudsman RI  sesuai UU nomor 37 tahun 2008 adalah di area pelanggaran prosedur, kewenangan, pengabaian, inkompetensi dan lain-lain," ungkapnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menyatakan keberatan dan tak akan menjalankan tindakan korektif yang disampaikan Ombudsman RI setelah ditemukan maladministrasi dan penyalahgunaan wewenang dalam proses pelaksanaan TWK.

Ada 13 poin keberatan KPK yang berujung pada penolakan melaksanakan tindakan korektif sesuai laporan Ombudsman RI.

Poin tersebut di antaranya KPK menganggap Ombudsman melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan.

KPK juga memandang legal standing pelapor, yaitu para pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK bukan masyarakat penerima layanan KPK sebagai pihak yang berhak melapor ke Ombudsman.

Tak hanya itu, KPK menyebut tindakan korektif dari hasil laporan Ombudsman RI tak memiliki hubungan sebab akibat dan bertentangan antara kesimpulan dengan laporan akhir.