Soal Bansos COVID-19, Pemerintah Lebih Pilih Salah Sasaran daripada Tunggu Data Rapi
Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (MenkoPMK) Muhadjir Effendy (Foto: Website KemenkoPMK)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (MenkoPMK) Muhadjir Effendy meminta masyarakat memaklumi adanya kesalahan data dalam penyaluran bansos di masa pagebluk COVID-19.

Kesalahan itu, kata dia, terjadi karena Presiden Joko Widodo menginginkan masyarakat yang terdampak dapat segera menerima bantuan dari pemerintah.

"Menunggu rapi data sampai orangnya mati karena kelaparan datanya enggak rapi-rapi. Ya sudah, pokoknya kita turun dengan data yang ada dan kita percaya RT dan RW," kata Muhadjir dalam sebuah diskusi yang ditayangkan secara daring Selasa, 9 Juni.

Presiden Jokowi, sambung Muhadjir, bahkan meminta tak perlu ada verifikasi data kembali di tingkat kabupaten/kota. Menurutnya, Presiden Jokowi memerintahkan pemberian bantuan sosial ini diberikan seefektif mungkin kepada masyarakat yang membutuhkan.

"Pokoknya langsung kepala desa dengan musyawarah desa. Jadi sepakat bahwa itu yang harus dibantu ya dibantu," tegasnya.

Sehingga, dia tak membantah jika ada isu yang muncul jika data bansos ini tidak tepat sasaran. Sebab, pemerintah sejak awal fokus untuk menyerahkan bantuan tersebut kepada masyarakat daripada lebih dulu membenahi data yang ada.

Selanjutnya, setelah semua bantuan sosial disalurkan, pemerintah baru fokus membenahi data penerima bansos ini.

Pemerintah telah berupaya membenahi data tersebut sebelum pagebluk COVID-19. Namun, pembenahan ini belum rampung karena COVID-19 keburu melanda Indonesia dan membawa dampak ekonomi bagi masyarakat. 

Dengan pembenahan data tersebut, diharapkan penyaluran bantuan sosial akan makin tepat sasaran kepada mereka yang membutuhkan. "Sekarang ini kita mulai merapikan data dan sekarang kita punya skema," ungkap Muhadjir.

"Jadi nanti akan kita benahi data-data itu mudah-mudahan putaran berikutnya ini sudah semakin tepat sasaran," imbuh dia.

Pemerintah memperpanjang pembagian bansos

Pemerintah memperpanjang pembagian bantuan sosial (bansos) kepada masyarakat yang terdampak pagebluk COVID-19. Namun, nilainya berkurang. Aturan ini tertuang dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dengan tujuan menopang daya beli masyarakat yang merosot akibat banyak faktor.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, anggaran yang disiapkan pemerintah dalam program PEN sebesar Rp178,9 triliun yang meliputi Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Diskon dan Gratis Listrik, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, bansos Jabodetabek dan non Jabodetabek dan Kartu Prakerja.

Sri Mulyani menjelaskan, bansos yang selama ini diberikan dalam bentuk sembako juga akan diperpanjang sampai akhir tahun 2020 atau Desember untuk wilayah Jabodetabek.

"Namun mulai Juli hingga Desember manfaatnya akan turun dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan," tuturnya, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 3 Juni.

Lebih lanjut, Sri mengatakan, penerima bantuan dari wilayah non-Jabodetabek sebesar 9 juta orang juga akan diperpanjang hingga Desember. Namun, pada periode Juli-Desember nilai manfaatnya juga mengalami penurunan dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu per bulan.

"Presiden juga memutuskan penyaluran bansos ini akan dilakukan secara tunai non cash. Akan dilakukan transfer ke nama dana akun mereka sesuai dengan data di Kemensos atau kerja sama dengan Pemda," jelasnya.

Sementara itu, Sri Mulyani mengungkap, BLT Dana Desa yang ada saat ini juga akan diperpanjang hingga September 2020. Namun pada periode Juli-September nilai manfaatnya akan diturunkan dari Rp600 ribu menjadi Rp300 ribu.

Adapun rincian anggaran bantuan tersebut yakni, total BLT Dana Desa akan mencapai Rp31,8 triliun, sedangkan untuk bansos tunai non-Jabodetabek total menjadi Rp32,4 triliun, dan bansos Jabodetabek totalnya Rp6,8 triliun.

"Dari data yang diperoleh dari data terpadu, penerima bansos ini mayoritas adalah para petani, peternak dan pekebun sebanyak 18,4 juta. Kemudian pedagang dan pekerja sektor swasta 4,2 juta, pekerja bangunan 3,4 juta, pekerja pabrik 3,3 juta, sopir dan pekerja komunikasi 1,3 juta, nelayan hampir 900 ribu, dan sektor lainnya," pungkasnya.