Mengingat Lagi Permohonan Maaf Luhut, Arogansi yang Berujung Pengakuan dari si Menteri Temperamental
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Dok. Kemenko Marves)

Bagikan:

JAKARTA - Permohonan maaf Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat belum berjalan optimal, dinilai sebagai sebuah bentuk pengakuan.

Padahal sebelumnya, ia menyatakan kondisi pandemi COVID-19 di Indonesia saat ini bisa dikendalikan. Dengan keras, Luhut menampik berbagai anggapan yang menyebutkan kondisi pandemi di Tanah Air tidak terkendali.

"Jadi kalau ada yang berbicara bahwa tidak terkendali keadaannya, sangat-sangat terkendali. Jadi yang bicara tidak terkendali itu bisa datang ke saya. Nanti saya tunjukkan ke mukanya bahwa kita terkendali," ujar Luhut dalam konferensi pers daring pada Senin, 12 Juli.

Beberapa hari kemudian, Sabtu, 17 Juli, dengan gestur tak biasa, Luhut menyampaikan permohonan maaf terkait PPKM darurat yang belum optimal.

"Sebagai koordinator PPKM Darurat Jawa Bali dari lubuk hati yang paling dalam, saya minta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia jika masih belum optimal. Tapi saya bersama jajaran dan bersama menteri terkait akan terus bekerja keras untuk memastikan bahwa penyebaran varian delta bisa diturunkan," kata Luhut.

Atas pengakuan tersebut, Ketua Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay, meyakini bahwa pemerintah memahami tantangan dan kesulitan yang dihadapi. Apalagi, tingkat terpapar COVID-19 ternyata belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.

"Baguslah, akhirnya pak Luhut meminta maaf. Permintaan maaf itu sekaligus pengakuan bahwa COVID-19 belum terkendali di Indonesia. Nah, tentu butuh strategi dan kerja keras dalam menghadapinya," kata Saleh, Senin, 19 Juli.

Maaf untuk redam kemarahan masyarakat

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menilai permohonan maaf Menteri Koordinator Maritim dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Darurat Jawa - Bali,  Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai langkah untuk meredam kemarahan publik kepada pemerintah. Lantaran faktanya, penanganan COVID-19 memang belum terkendali.

"Masyarakat sudah tidak bodoh, kan masyarakat yang terkena langsung dampaknya, mereka yang tahu persis di lapangan seperti apa. Ini kan penanganannya dianggap kacau, tidak bagus, bahkan banyak kesibukan di sana sini. Nah ini yang membuat ketika Luhut mengatakan 'datang ke sini akan saya tunjukkan ke mukanya', itu kan memicu kemarahan dari rakyat," ujar Ujang kepada VOI, Senin, 19 Juli.

Menurut Ujang, permohonan maaf tersebut adalah akibat dari sesumbar Luhut yang menyebut penanganan COVID-19 sangat terkendali. Sehingga, ini menurutnya, menimbulkan kemarahan publik. 

"Ujung dari itu semua, Luhut meminta maaf kemarin itu bagian daripada proses agar masyarakat tidak terlalu marah lagi terhadap pemerintah. Nah masyarakat kan sedang sulit, sedang susah, nyari makan susah, banyak yang tidak bisa makan. Kalau komunikasi yang ditampilkan pemerintah adalah kesombongan, arogansi padahal tidak sesuai kenyataan tentu akan membuat masyarakat marah," jelas Direktur Eksekutif Indonesia Political Review itu.

Oleh karena itu, Pemerintah melalui Luhut Binsar Pandjaitan harus menyampaikan maaf agar meredam amarah masyarakat yang sedang pontang-panting.

"Pak Luhut tahu persis untuk meredakan kemarahan dan kebencian rakyat kepada pemerintah maka hal positif jika pemerintah di mana Pak Luhut yang juga ketua penanganan COVID-19 Jawa Bali itu minta maaf," sambung Ujang.

Bahkan bukan hanya Luhut, Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite KCP-PEN Airlangga Hartarto pun ditegur Presiden Jokowi, karena komunikasi yang tidak bagus kepada publik.

"Masyarakat sedang kesulitan, tidak bisa makan, susah cari uang, mestinya komunikasi publik atau komunikasi massa yang dibangun oleh Luhut atau siapapun pejabat mestinya yang mendinginkan, yang membuat suasana adem, harusnya seperti itu," papar Ujang.

Ujang menyarankan, ketika ada kritikan yang keras dari pengamat, akademisi rakyat atau oposisi seharusnya ditanggapi dengan senyuman dan kerja yang baik agar suasananya tidak semakin panas. 

 "Mestinya seperti itu. Justru kalau pemerintah yang baik, masyarakat juga akan angkat topi kok, kalau kinerja bagus semua juga hormat kok," tandasnya.

Sementara, Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad, menilai sosok temperamental seperti Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) tidak cocok menjadi koordinator PPKM Darurat dalam kondisi saat ini.

Sebab kata dia, masyarakat bukan pemberontak atau penjahat yang musti dihabisi dan diancam. Sehingga, dalam situasi mencekam akibat lonjakan COVID-19 di Indonesia beberapa waktu belakangan ini, pemerintah perlu pendekatan humanis dalam menghadapi masyarakat, bukan dengan cara gertakan atau ancaman.

"LBP terlalu kasar ketika mengatakan bahwa COVID-19 bisa terkendali. Kalau ada yang tidak percaya diminta menghadap, dia akan menyodorkan datanya bahwa COVID-19 terkendali. Itu kan kalimat tak pantas, seolah masyarakat digertak dan diancam agar percaya COVID-19 di Indonesia terkendali," ujar Andriadi kepada VOI, Senin, 19 Juli.

Padahal, nyatanya tidak terkendali dari realitas melonjak COVID-19 di Indonesia bahkan tertinggi di dunia.

"Begitu juga dari ungkapan LBP sendiri belakangan meminta maaf kepada masyarakat Indonesia," sambungnya.

Menurut Andriadi, jika PPKM Darurat akan diperpanjang maka posisi Luhut sebagai koordinator PPKM Darurat perlu dievaluasi bahkan diganti dengan sosok yang lebih humanis dan tidak tempramental. 

"Sebetulnya, fenomena COVID-19 ini kan ancaman terhadap negara dan masyarakat Indonesia (non militer), semestinya komando langsung ditangan presiden atau Menkopolhukam atau Menhan atau kepala BNPB. Akan tetapi, apa alasan Menko Maritim dan Investasi yang jadi komando PPKM Darurat ini? Inikan juga menimbulkan pertanyaan," bebernya.

Selain itu, kata Andriadi, permintaan maaf Luhut kepada masyarakat adalah bentuk ketidakberhasilan pemerintah dalam mengendalikan laju COVID-19. Padahal, semestinya sejak awal pemerintah mengajak seluruh elemen masyarakat saling bahu membahu dan bantu membantu dalam menangani penyebaran COVID-19.

"Karena tujuan dari PPKM Darurat ini kan sudah jelas untuk menghentikan sejenak aktifitas masyarakat agar mengurangi mobilitas. Sehingga bisa memutus mata rantai penularan COVID-19," katanya.

Andriadi menambahkan, pemerintah perlu memperhatikan atau bekerjasama dengan pihak swasta untuk memberikan kompensasi sembako ataupun bantuan sosial lainnya kepada masyarakat yang dihentikan aktivitasnya. Khususnya masyarakat kecil atau para pelaku UMKM yang sangat terdampak akibat PPKM Darurat.

"Saya pikir inilah bentuk humanisme pemerintah terhadap masyarakat," tandas Andriadi.