Vaksin Berbayar Ditunda, DPR: Vaksin Hibah Jangan Dijual
ILUSTRASI FOTO/ANTARA

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Nurhadi meminta pemerintah menahan diri dengan tidak membuat kebijakan yang kontraproduktif di tengah penanganan pandemi COVID-19.

Menurutnya, pemerintah jangan mengambil keuntungan dengan program vaksin berbayar, khususnya vaksin mandiri atau gotong royong.  Pasalnya, masyarakat harus membayar lebih dari Rp800 ribu untuk dua dosis vaksin Sinopharm di klinik Kimia Farma. 

"Selama ini masyarakat mengetahui bahwa vaksinasi gratis karena menjadi tanggung jawab pemerintah dalam masa pandemi. Jangan sampai isu ini menjadi gejolak di masyarakat dan mengganggu program yang relatif sudah berjalan dengan baik," ujar Nurhadi kepada wartawan, Senin, 12 Juli.

Sebelumnya, Jubir vaksinasi COVID-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, memang telah menjelaskan vaksinasi Gotong Royong individu ini sifatnya hanya sebagai salah satu opsi untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi. Namun, Kimia Farma telah memutuskan untuk menunda jadwal akses mendapatkan vaksin gotong royong setelah ada sejumlah protes.

"Tujuannya baik tapi terkesan grasa-grusu. Saya setuju ini ditunda dan hendaknya sosialisasi yang transparan benar-benar dilakukan agar tidak memunculkan banyak tafsir dan pemerintah atau pihak-pihak tertentu dianggap mengomersialisasikan pandemi COVID-19," jelas Nurhadi, politikus NasDem itu.

Lagipula, sambung legislator dapil Jawa Timur ini, seharusnya peluncuran vaksin gotong royong disampaikan terlebih dulu ke DPR, khususnya Komisi IX yang membidangi persoalan kesehatan. Sebab, kata Nurhadi, sejak awal dalam rangka penanganan pandemi COVID-19 sudah diputuskan vaksinasi untuk rakyat adalah tidak berbayar alias gratis.

"Karenanya ketika muncul kebijakan vaksinasi mandiri atau individu cukup membingungkan juga. Komisi IX juga tidak pernah diajak bicara. Sehingga saya khawatir jika masyarakat memahaminya harus bayar justru kontra produktif. Karena itu harus dipertimbangkan lagi, ditinjau ulang lagi," tegas Nurhadi.

Untuk menciptakan herd immunity kata dia, diperlukan kesiapan pemerintah dan kesadaran masyarakat secara menyeluruh. "Jadi saya kira percepatan vaksinasi tidak harus kemudian muncul kebijakan vaksinasi berbayar. 

Saya khawatir ada anggapan di masyarakat luas, bahwa ditengah pandemi COVID-19 ini, negara berbisnis dengan rakyatnya," ucapnya.

Nurhadi lantas memberi sejumlah saran dan masukan kepada Kemenkes, Kimia Farma dan stakeholder terkait apabila seandainya vaksin mandiri atau individu ini tetap dijalankan.

Pertama, usulkan dulu ke DPR, dan bila disetujui, sosialisasikan dulu secara masif perbedaan antara vaksin gratis dengan vaksin gotong royong. 

"Vaksin yang bisa dibeli secara individu, payung hukumnya juga wajib disiapkan," katanya mengingatkan.

Kedua, vaksin yang dijual adalah vaksin yang tidak sama dengan yang di gratiskan oleh pemerintah. "Ketiga, vaksin bantuan atau hibah dari negara lain, jangan dijual," ujar Nurhadi.

Sebelumnya, jadwal vaksinasi Gotong Royong Individu berbayar yang sedianya bisa diakses di Klinik Kimia Farma hari ini ditunda. Kimia Farma akan melakukan perpanjangan proses sosialisasi terlebih dahulu.

"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," kata Corporate Communications PT Kimia Farma Apotek, Novia Valentina, Senin, 12 Juli.

Kimia Farma mengklaim perlu memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi Gotong Royong berbayar ini lantaran antusias masyarakat yang ingin mengetahui lebih jelas vaksin tersebut.

"Besarnya animo serta banyaknya pertanyaan yang masuk membuat Manajemen memutuskan untuk memperpanjang masa sosialisasi vaksinasi Gotong Royong individu serta pengaturan pendaftaran calon peserta," ujarnya.