Hindari Stigma Negatif, WHO Namai Varian Virus Corona dengan Alfabet Yunani
Ilustrasi COVID-19. (Prasesh Shiwakoti/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan untuk menamai varian virus corona yang ada saat ini, dengan menggunakan alfabet Yunani dengan sejumlah tujuan yang ingin dicapai.

Selain menyederhanakan diskusi dan pengucapan, perubahan nama ini untuk menghindari stigma tertentu terhadap negara tertentu yang dikaitkan dengan varian virus corona. 

Perubahan ini juga sejalan dengan kritik terhadap para ilmuwan, lantaran memberikan nama yang rumit dan banyak untuk varian virus corona. Misalnya varian Afrika Selatan yang memiliki banyak nama, seperti B.1.351, 501Y.V2 dan 20H / 501Y.V2 terlalu rumit.

Melansir Reuters Selasa 1 Juni, dalam pengumumannya Senin kemarin, berturut-turut WHO menamai varian Inggris, Afrika Selatan, Brasil dan India dengan sebutan Alpha, Beta, Gamma, Delta sesuai dengan urutannya. Varian lain yang menarik terus menuruni alfabet.

"Meskipun mereka memiliki kelebihan, nama ilmiah ini bisa sulit untuk diucapkan dan diingat, dan rentan salah pelaporan," kata WHO, menjelaskan keputusan tersebut.

Pilihan Alfabet Yunani datang setelah berbulan-bulan pertimbangan, di mana kemungkinan lain seperti Dewa Yunani dan menemukan, nama pseudo-klasik dipertimbangkan oleh para ahli, menurut bakteriolog Mark Pallen yang terlibat dalam pembicaraan. Tetapi banyak yang sudah menjadi merek, perusahaan, atau nama asing.

Gagasan lain untuk merujuk pada varian yang menjadi perhatian sebagai VOC1, VOC2 dan lainnya, dibatalkan setelah menunjukkan penyebutan tersebut menyerupai kata umpatan dalam bahasa Inggris.

Secara historis, virus sering dikaitkan dengan lokasi dari mana mereka dianggap muncul seperti Ebola yang dinamai dari nama sungai di Kongo. Tapi, varian virus corona bisa merusak tempat dan seringkali tidak akurat, seperti yang disebut pandemi 'flu Spanyol' tahun 1918 yang asal-usulnya tidak diketahui.

"Tidak ada negara yang harus distigmatisasi untuk mendeteksi dan melaporkan varian," kata ahli epidemiologi WHO Maria Van Kerkhove.

Sebelum skema WHO yang baru, beberapa ilmuwan telah mengadopsi nomenklatur mereka sendiri yang disederhanakan untuk varian virus corona seperti makalah Februari menggunakan nama burung. Namun, hal itu dikritik dengan alasan, dapat membahayakan burung dan oleh ibu dari seorang gadis bernama 'Robin'.

"Kami tidak mengatakan mengganti B.1.1.7, tetapi benar-benar hanya untuk mencoba membantu beberapa dialog dengan orang kebanyakan. Sehingga dalam wacana publik, kita bisa membahas beberapa varian tersebut dalam bahasa yang lebih mudah digunakan," tukas Van Kerkhove seperti melansir BBC.