JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Abdullah menyoroti tindakan represif aparat terhadap mahasiswa dalam demonstrasi penolakan perubahan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan Gedung DPR RI. Abdullah mengingatkan Kepolisian RI (Polri) agar tidak menggunakan kekerasan dalam mengamankan jalannya aksi demonstrasi.
"Aparat keamanan jangan asal main pukul ke mahasiswa pendemo. Gunakan cara-cara humanis saat hendak menghalau atau membubarkan massa," tegas Abdullah, Jumat, 21 Maret.
"Ingat, Polisi punya tugas untuk mengayomi masyarakat. Jadi berikan teladan kepada rakyat," sambungnya.
Abdullah menekankan, para mahasiswa sedang menyampaikan aspirasi dan pendapatnya di rumah rakyat. Sebagai negara demokrasi, ia menegaskan, negara harus menjamin kebebasan berpendapat masyarakatnya.
"Mahasiswa menyampaikan aspirasi ini dilindungi oleh konstitusi negara," tegasnya.
Abdullah mengimbau pimpinan Polri untuk memberikan arahan tegas agar anak buahnya yang mengamankan aksi bisa melakukan pendekatan dengan cara-cara damai, sehingga demonstran pun bisa lebih kooperatif.
"Kalau ada ketegangan di lapangan, aparat memprioritaskan langkah-langkah soft approach. Tidak dengan kekerasan yang dapat menyebabkan kondisi semakin memanas. Apalagi sampai ada salah sasaran ke masyarakat umum," imbau Legislator dari Dapil Jawa Tengah VI itu.
Menurut Abdullah, penggunaan cara-cara represif justru akan membuat keadaan semakin tidak kondusif. Bahkan, bisa mencoreng institusi Polri maupun aparat keamanan.
"Berikan kesempatan untuk teman-teman mahasiswa menyampaikan aspirasi mereka. Jangan sampai bentuk represif aparat menimbulkan kesan negara tidak mau mendengarkan rakyat," kata Abdullah.
Abdullah juga mengimbau kepada para mahasiswa agar menyampaikan aspirasi dengan damai. Apapun alasannya, kata Abdullah, anarkisme tidak dapat dibenarkan.
"Dan bagi adik-adik mahasiswa, saya juga mengimbau gunakan cara-cara yang damai saat menyampaikan pendapat. Sehingga tidak ada alasan penggunaan kekerasan atau tindakan represif aparat," tuturnya.
Abdullah juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga negara ini tetap kondusif. Apalagi, ini bertepatan dengan bulan suci Ramadan yang seharusnya dijaga keteduhannya.
"Semua yang kita lakukan harapannya adalah yang terbaik bagi Indonesia, semangat dan tindakannya pun sebaiknya juga dilakukan dengan cara-cara positif," ucap Abdullah.
"Aspirasi rakyat, termasuk teman-teman mahasiswa penting untuk kita dengarkan. Saya percaya, kontribusi mahasiswa pastinya akan bermanfaat untuk Indonesia. Maka salurkan aspirasi dan pendapat sesuai dengan ketentuan yang berlaku demi menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban umum," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, terekam sejumlah aksi kekerasan aparat kepolisian kepada massa mahasiswa saat menggelar aksi demonstrasi di depan kompleks Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 20 Maret. Mulai dari pemukulan, penendangan, hingga pengeroyokan.
Aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR pun sempat ricuh, terutama saat aparat hendak membubarkan massa aksi. Akibatnya belasan mahasiswa mengalami luka-luka.
BACA JUGA:
Luka-luka itu disebabkan adanya pukulan dan pentungan dari polisi saat membubarkan unjuk rasa. Tak sedikit dari mahasiswa yang terluka itu harus dilarikan ke rumah sakit. Seperti 3 orang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang dibawa ke RS Tarakan, dan 6 mahasiswa lainnya ke RS Pelni.
Tindakan represif dari aparat juga terjadi di Semarang. Seorang mahasiswa mengaku menjadi korban pemukulan oleh aparat keamanan ketika mengikuti demonstrasi RUU TNI di depan komplek Kantor Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah di Semarang. Mahasiswa tersebut dipukul di bagian kepala dan kaki hingga tersungkur.
Tak hanya mahasiswa, bahkan ada seorang driver ojek online (ojol) yang sedang mangkal di dekat lokasi demo di Senayan ‘dikeroyok’ petugas lantaran dikira mahasiswa sampai kepalanya terluka. Videonya pun viral di media sosial.