Masih Diragukan di Eropa, Vaksin COVID-19 AstraZeneca Mulai Dipakai di Asia
Vaksin AstraZeneca. (Wikimedia Commons/Gencat)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah negara di Asia mulai mempercepat peluncuran penggunaan vaksin COVID-19 AstraZeneca, setelah sempat tertunda akibat sejumlah laporan kasus pembekuan darah setelah vaksinasi di Eropa pada awal bulan ini. 

Pertengahan pekan lalu, negara-negara di Eropa kembali melanjutkan program vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca, setelah Regulator Obat Uni Eropa (EMA) menyebut vaksin AstraZeneca aman dan bermanfaat digunakan. 

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menerima dosis pertama vaksin AstraZeneca COVID-19 pada Hari Jumat lalu. Ia menyebut tidak merasakan apa-apa dan baik-baik saja setelah divaksin.

Di Asia, PM Thailand Prayut Chan-O-Cha menjadi orang pertama di Thailand, yang menerima vaksinasi COVID-19 dengan vaksin AstraZeneca pada Hari Selasa 16 Maret.

"Hari ini saya meningkatkan kepercayaan diri bagi masyarakat umum. Saya baik-baik saja setelah disuntik," kata Prayuth kepada wartawan di Government House.

Sementara, Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang menjadi yang pertama menerima vaksin AstraZeneca, dalam peluncuran program vaksinasi COVID-19. Diketahui, Taiwan menerima 117 ribu dosis vaksin AstraZeneca awal bulan ini.

"Saya baru saja selesai mendapatkan suntikan (AstraZeneca), tidak ada rasa sakit di tempat suntikan, dan tidak ada rasa sakit di tubuh," kata Perdana Menteri Taiwan Su Tseng-chang, Senin 22 Maret. 

Sementara, Indonesia mulai menggunakannya pada hari Senin setelah menangguhkannya minggu lalu. Namun Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia telah memperingatkan penggunaannya pada orang dengan gangguan pembekuan darah.

Adapun Presiden Korea Selatan Moon Jae-in direncanakan akan menerima vaksin COVID-19 pada Selasa besok, seiring dengan dimulainya kampanye vaksinasi untuk orang berusia 65 tahun ke atas. 

Vaksin AstraZeneca adalah salah satu vaksin COVID-19 pertama dan termurah yang dikembangkan dan diluncurkan dalam jumlah besar dan akan menjadi andalan program vaksinasi di banyak negara berkembang.

Tetapi penangguhan singkatnya menimbulkan kekhawatiran bahwa perlambatan peluncuran vaksinasi dapat merugikan perjuangan global melawan pandemi, karena kasus virus korona melonjak di beberapa negara, membebani sistem perawatan kesehatan dan merugikan ekonomi.

EMA pada Kamis pekan lalu mengatakan, vaksin AstraZeneca efektif dan tidak terkait dengan peningkatan risiko penggumpalan darah secara keseluruhan.

Namun, survei yang dirilis pada Hari Senin 22 Maret menunjukkan, orang-orang di tujuh negara Eropa lebih cenderung melihat vaksin itu tidak aman. Dalam survei yang dilakukan YouGov terhadap 8 ribu orang di tujuh negara Eropa. Hasilnya, orang-orang di Prancis, Jerman, Spanyol dan Itali vaksin AstraZeneca cenderung dilihat tidak aman. Sementara di Inggris, tempat kelahiran vaksin ini, 77 persen respon menilai aman. 

Banyak negara Asia sangat bergantung pada vaksin AstraZeneca untuk mengakhiri pandemi COVID-19, karena suntikan digunakan dalam program vaksinasi di Australia, Korea Selatan, Filipina, Vietnam, Thailand, dan India. Beberapa negara mungkin menghadapi masalah pasokan.

India, yang memiliki beban kasus virus korona tertinggi setelah Amerika Serikat dan Brasil, menunda pasokan vaksin ke beberapa negara, karena menghadapi lonjakan kasus kedua, kata sumber yang mengetahui masalah tersebut.

Institut Serum India (SII), yang memproduksi vaksin AstraZeneca, telah memberi tahu Brazil, Arab Saudi dan Maroko bahwa pasokan lebih lanjut akan ditunda karena lonjakan permintaan di dalam negeri, lanjut sumber tersebut.

Australia, yang sejauh ini hanya menginokulasi 1 persen dari populasinya, juga mempercepat vaksinasi setelah regulator farmasi negara itu menyetujui pada vaksin AstraZeneca buatan lokal oleh CSL pada Hari Minggu kemarin. Dalam 12 minggu, CSL diharapkan dapat menghasilkan 1 juta dosis vaksin setiap minggunya.