Penolak Vaksinasi COVID-19 Disanksi, Kemenkes: Ini Jalan Terakhir
ILUSTRASI/Suntik vaksin COVID-19 (DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengeluarkan aturan mengenai sanksi administratif hingga bisa berujung pidana bagi masyarakat yang menolak vaksinasi COVID-19. Namun sanksi penolak suntik vaksin COVID-19 ini dipertentangkan sejumlah pihak.

Juru bicara vaksinasi dari Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa penerapan sanksi penolak vaksin COVID-19 merupakan langkah terakhir yang akan dilakukan pemerintah.

"Sanksi adalah jalan terakhir untuk kemudian betul-betul tidak dilaksanakan. Kalau seorang masyarakat kemudian tidak menggunakan haknya untuk mendapatkan vaksinasi untuk melindungi dirinya, itu membahayakan masyarakat lain. Tentunya pemerintah harus mengambil tindakan ini," kata Nadia dalam konferensi pers virtual, Senin, 15 Februari.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No, 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vakisnasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19.

Pada Pasal 13A, detiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin COVID-19 yang tidak mengikuti vaksinasi COVID-19 dapat dikenai sanksi administratif berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial, penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan, dan/atau denda.

Tertuang juga sanksi pidana. Dalam Pasal 13B, setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin COVID-19, yang tidak mengikuti vaksinasi COVID-19 dan menyebabkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan penyebaran COVID-19, dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang Wabah Penyakit Menular.

Pada prinsipnya, kata Nadia, vaksinasi massal ini adalah upaya bersama agar warga Negara Indonesia bisa keluar dari masalah pandemi.

"Jadi, vaksinasi yang diberikan kepada diri kita ini bertujuan unutk melindungi dan menyelesaikan maslah pandemi di negara ini. Bukan hanya untuk kepentingan pribadi atau individu tapi kepentingan masyarakat bersama," ucap Nadia.

Dengan begitu, pemerintah akan melakukan edukasi dan persuasif sebagai langkah utama program vaksinasi sebelum ada pengendaan sanksi administratif maupun pidana. 

"Edukasi dan persuasif akan menjadi langkah utama kami untuk mengajak masyarakat yang masih ada penolakan. Tentunya keterlibatkan para tokoh agama, tokoh masyarakat itu penting menjadi teladan untuk melakukan vaksinasi," jelasnya.

Sebelumnya, pemerintah dinilai melanggar kesepakatan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait sanksi bagi masyarakat yang menolak vaksin COVID-19. Sanksi penolak vaksin COVID-19 tertuang dalam Perpres Nomor 14 tahun 2021. 

Ketua Komisi IX DPR, Felly Estelita Runtuwene mengatakan dalam rapat kerja dengan pemerintah disepakati tidak diutamakan sanksi bagi masyarakat yang tidak melaksanakan vaksinasi COVID-19. 

“Intinya adalah pemerintah sudah melanggar kesepakatannya dengan Komisi IX DPR. Pemerintah sudah melanggar, karena kesepakatan itu mengikat kedua pihak, pemerintah dan DPR. Apa gunanya kita rapat kalau itu tidak ada legitimatenya," kata Felly.